Sabtu, 16 November 2013

DAMPAK MAKANAN HARAM



Allah Subhanahu wa Ta'ala telah menjadikan dunia ini sebagai tempat tinggal dan sekaligus untuk mendapatkan mata pencaharian. Dia ciptakan siang untuk mencari penghidupan dan malam untuk istirahat dan beribadah kepada-Nya, "Dan Kami jadikan malam sebagai pakaian dan Kami jadikan siang untuk mencari penghidupan." (QS An-Naba': 10-11).


Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam juga memerintahkan kepada kita untuk bekerja, "Tidaklah sekali-kali seseorang makan suatu makanan yang lebih baik daripada makan dari hasil kerja tangannya sendiri, dan sesungguhnya Nabi Dawud makan dari hasil tangannya sendiri." (HR. Bukhari).


Islam juga memerintahkan agar di dalam mencari rizki itu dengan cara yang baik dan halal. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman, "Hai orang-orang yang beriman, makanlah di antara rizki yang baik-baik yang Kami berikan kepadamu dan bersyukurlah kepada Allah jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah." (QS Al-Baqarah: 172). Dalam ayat lain, "Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah syetan, karena syetan itu adalah musuh yang nyata bagimu." (QS Al-Baqarah: 168).



Al-Hafidz Ibnu Mardawih meriwayatkan sebuah hadits dari Ibnu Abbas bahwa ketika dia (Ibnu Abbas) membaca sebuah ayat, berdirilah Sa'ad bin Abi Waqash kemudian berkata: "Ya Rasulullah, do'akan kepada Allah agar aku senantiasa menjadi orang yang dikabulkan do'anya oleh Allah." Maka Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai Sa'ad perbaikilah makananmu (makanlah makanan yang halal) niscaya engkau akan menjadi orang yang selalu dikabulkan do'anya. Dan demi jiwaku yang ada di tanganNya, sungguh jika ada seseorang yang memasukkan makanan haram ke dalam perutnya, maka tidak akan diterima amal-amalnya selama 40 hari, dan seorang hamba yang dagingnya tumbuh dari hasil menipu dan riba maka neraka lebih layak baginya." (HR. At-Thabrani) 


Dari hadits di atas dapat kita ambil kesimpulan:

1.  Perintah dari Allah agar memakan makanan yang halal.

2.  Makanan yang halal merupakan sebab terkabulnya do'a.

3. Salah satu dampak dari memakan yang haram adalah tidak diterimanya amalan kita.



Perintah Memakan Yang Halal

Tentang perintah untuk mencari yang halal dan memakan yang halal, Allah Subhanahu wa Ta'ala juga telah memerintahkan kepada para RasulNya dengan firman-Nya,  "Wahai para rasul, makanlah dari makanan yangbaik-baik dan kerjakanlah amal shaleh. Sesungguhnya Aku Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan." (QS Al-Mukminun: 51).


Maksud makan yang baik di sini adalah yang halal. Yang demikian itu diperintahkan terlebih dahulu sebelum mengerjakan amal shaleh, karena dengan memakan yang halal akan membantu untuk melaksanakan amal shaleh.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman tentang larangan mendapatkan harta dengan cara yang haram, "Dan janganlah sebagian kalian memakan harta sebagian yang lain di antara kalian dengan cara yang batil." (QS Al-Baqarah: 188).



Sebab Tidak Terkabulnya Do'a

Sesungguhnya manhaj Islam dalam hal makanan adalah sebagaimana manhaj Islam dalam masalah yang lainnya untuk menjaga akal, jiwa dan raga. Diperbolehkannya makanan yang halal adalah karena bermanfaat bagi badan dan akal. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala memerintahkan kepada para hambaNya agar meninggalkan makanan yang kotor dan haram karena akan berpengaruh negatif terhadap hati, akhlaq dan menghalangi hubungan dirinya dengan Allah Subhanahu wa Ta'ala , serta menyebabkan tidak terkabulnya do'a.


Dalam sebuah hadits disebutkan: Abu Hurairah berkata, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Wahai sekalian manusia, sesungguhnya Allah itu baik, dan tidak menerima sesuatu kecuali yang baik." Dan sesungguhnya Allah telah memerintahkan kepada orang-orang beriman, seperti Dia perintahkan kepada para rasul-Nya dengan firman-Nya, "Wahai para Rasul, makanlah kalian dari makanan yang baik-baik dan kerjakanlah amal shalih. Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang kalian kerjakan". Dan firman-Nya: "Wahai orang-orang yang beriman, makanlah kalian dari makanan yang baik-baik, dan bersyukurlah kamu kepada Allah, jika benar-benar hanya kepada-Nya kamu menyembah." Kemudian Rasulullah menyebutkan seorang laki-laki yang menempuh perjalanan jauh, rambutnya kusut lagi berdebu. Orang tersebut menengadahkan kedua tangannya ke langit seraya berdo'a: "Ya Tuhanku .. Ya Tuhanku .." Sedangkan makanannya haram, minumannya haram, dan baju yang dipakainya dari hasil yang haram. Maka bagaimana mungkin do'anya akan dikabulkan?" (HR. Muslim)


Hadits di atas menerangkan bahwa makanan yang haram merupakan sebab tidak terkabulnya do'a.



Pengaruh Makanan Haram

Hendaknya kita bertaqwa kepada Allah dengan cara memakan makanan yang halal dan menjauhi makanan yang haram. Karena makanan yang baik itu mempunyai pengaruh yang besar bagi manusia, terhadap akhlaqnya, kehidupan hatinya dan jernihnya pandangan serta diterimanya amal-amal kita. Sedangkan makanan yang haram mempunyai dampak buruk bagi manusia, yang kalaulah dampak itu hanyalah tidak dikabulkannya do'apun niscaya hal itu merupakan kerugian yang besar. Karena seorang hamba tidak lepas dari kebutuhan berdo'a kepada Allah.


Di samping itu masih ada dampak lain dari memakan yang haram, yaitu tidak diterimanya amal-amal yang telah kita laksanakan.


Dalam sebuah hadits disebutkan, dari Abu Hurairah radhiyallah 'anhu bahwa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda, "Barangsiapa memperoleh harta dengan cara yang haram, kemudian ia shadaqahkan, maka tidak akan mendatangkan pahala, dan dosanya ditimpakan kepadanya." (HR. Ibnu Hibban)


Ibnu Umar radhiyallah 'anhu berkata, "Barangsiapa membeli baju dengan sepuluh ribu dirham, namun dari sepuluh ribu dirham tersebut ada satu dirham yang haram, maka Allah tidak menerima amalnya selama baju itu masih menempel di tubuhnya."


Ibnu Abbas radhiyallah 'anhu berkata, "Allah tidak menerima shalat seseorang yang di dalam perutnya ada sedikit makanan haram."


Dalam kitab shahih Al-Bukhari disebutkan, 'Aisyah radhiyallah 'anha menceritakan bahwa Abu Bakar mempunyai pembantu yang selalu menyediakan makanan untuknya. Suatu kali pembantu tersebut membawa makanan maka iapun memakannya. Setelah tahu bahwa makanan tersebut didapatkan dengan cara yang haram, maka dengan serta merta ia masukkan jari tangannya ke kerongkongan, kemudian ia muntahkan kembali makanan yang baru saja masuk ke dalam perutnya.


Makanan haram bisa disebabkan memang dzatnya yang haram, seperti: bangkai, daging babi, darah dan sebagainya. Atau karena haram cara mendapatkannya, seperti dengan cara mencuri, riba, curang dalam jual beli, korupsi, suap dan lain sebagainya. Praktek-praktek mendapatkan harta dengan cara yang haram dapat dengan mudah kita saksikan di zaman ini. Perampokan, penipuan, riba, korupsi, kolusi dan yang lainnya hampir-hampir selalu diekspos tiap hari oleh koran-koran dan televisi atau media lainnya. Seolah-olah hal ini sudah merupakan masalah yang biasa. Segala macam cara akan digunakan manusia dalam rangka untuk mendapatkan harta yang sebanyak-banyaknya.


Rasulullah telah bersabda, "Akan datang suatu zaman, sese-orang tidak akan peduli terhadap apa yang ia ambil, apakah itu halal atau haram." (HR. Bukhari).


Padahal harta yang haram itu selain berdampak tidak terkabulnya do'a dan ditolaknya amal, ia juga merupakan sebab mendapatkan adzab Allah di akhirat nanti. Dalam sebuah hadits shahih disebutkan bahwa tidak bergerak dua telapak kaki anak cucu Adam di hari kiamat nanti sampai ditanya (salah satunya) tentang hartanya darimana ia dapatkan dan ke mana ia belanjakan.


Semoga Allah menjaga kita dari memakan makan haram.

SIFAT-SIFAT JAHILIYAH



Masa jahiliyah seperti yang pernah terjadi di jazirah Arab belasan abad yang silam memang telah berlalu, namun demikian pada dasarnya pemikiran akan selalu ada dan setiap kaum itu ada pewarisnya. Maka meskipun Abu Jahal dan Abu Lahab serta antek-anteknya telah tiada, akan tetapi tidak menutup kemungkinan gaya dan karakter mereka masih melekat pada sebagian ummat yang hidup di masa ini.


Syaikh Muhammad at-Tamimi, seorang imam dakwah tauhid di masanya, telah menyebutkan lebih dari seratus karakteristik jahiliyah yang kita semua diperintahkan untuk menyelisihinya. Karena keterbatasn tempat maka dalam kesempatan ini hanya kami sebutkan sebagiannya saja. Di antara yang terpenting untuk diketahui adalah sebagai berikut:



Syirik Dalam Beribadah

Orang-orang jahiliyah melakukan syirik atau penyekutuan di dalam beribadah dan berdoa kepada Allah subhanahu wata’ala. Di samping memohon kepada Allah subhanahu wata’ala mereka juga memohon kepada orang orang shaleh yang telah mati, mereka meminta syafaatnya di sisi Allah dengan persangkaan bahwa Allah dan orang-orang shalih tersebut menyintai hal itu.



Allah subhanahu wata’ala telah berfirman, “Dan mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak pula kemanfa'atan, dan mereka berkata, "Mereka itu adalah pemberi syafa'at kepada kami di sisi Allah". (QS.Yunus:18).


Di dalam ayat lain disebutkan, “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata), "Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya". (QS.az-Zumar:3)


Kemusyrikan semacam ini merupakan masalah paling besar yang diingkari oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, maka beliau mengajarkan keikhlasan (pemurnian/tauhid) dalam beribadah hanya kepada Allah subhanahu wata’ala semata. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memberitahukan bahwa agama yang beliau bawa adalah agama seluruh rasul, dan Allah subhanahu wata’ala tidak akan menerima kecuali orang yang ikhlas. Juga menjelaskan bahwa siapa saja yang melakukan kesyirikan dengan dasar istihsan (menganggap baik) maka Allah subhanahu wata’ala mengharamkan baginya surga dan tempat kembalinya adalah neraka.


Masalah inilah yang menjadi garis pemisah antara seorang muslim dengan seorang kafir, dan dengan sebab itulah terjadi perseteruan antara tauhid dengan syirik. Dan untuk inilah (memerangi kesyirikan) Allah subhanahu wata’ala mensyari'atkan jihad, sebagaimana difirmankan, “Dan perangilah mereka, supaya jangan ada fitnah dan supaya agama itu semata-mata untuk Allah.” (QS. al-Anfal: 39)



Bercerai Berai Dalam Agama

Di antara sifat jahiliyah adalah bercerai berai (tafarruq) dalam agama, sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wata’ala, “Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa yang ada pada golongan mereka.” (QS. Ar-Rum: 31-32)


Demikian pula dalam urusan dunia, mereka juga berpecah belah, dan masing-masing memandang diri mereka yang paling benar. Maka datanglah Islam menyeru untuk bersatu dalam agama, sebagaimana difirmankan oleh Allah subhanahu wata’ala, “Dia telah mensyari'atkan bagi kamu tentang agama apa yang telah diwasiatkan-Nya kepada Nuh dan apa yang telah Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa yaitu, “Tegakkanlah agama dan janganlah kamu berpecah belah tentangnya.” (QS. Asy-Syura:13)


Kita dilarang untuk meniru-niru mereka dan dilarang berpecah belah. Allah subhanahu wata’ala berfirman, “Dan janganlah kamu menyerupai orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.” (QS.Ali Imran: 105)


Dalam ayat sebelumnya disebutkan, “Dan berpeganglah kamu semuanya kepada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai-berai.” (QS. Ali Imran:103)



Tidak Menaati Ulil Amri

Menurut mereka, menyelisihi ulul amri (pemegang urusan ummat) dan tidak menaati mereka merupakan keutamaan dan kemuliaan. Sedangkan mendengarkan dan taat kepada waliyul amri adalah kerendahan dan kehinaan. Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memerintahkan untuk mendengarkan dan taat kepada ulul amri,bersabar atas kezhaliman penguasa dan memberikan nasehat kepada mereka. Beliau sangat menekankan itu, menjelaskannya serta mengulang-ulanginya.


Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Sesungguhnya Allah ridha pada kalian dalam tiga hal; "Jika kalian beribadah kepada-Nya dan tidak menyekutukan dengan sesuatu apapun; Jika kalian berpegang teguh dengan tali Allah dan tidak berpecah belah; dan jika kalian saling memberi nasehat kepada orang yang diserahi oleh Allah untuk memegang urusan kalian." (HR. Bukhari dan Muslim)


Berbagai problem yang dihadapi manusia baik dalam masalah agama ataupun keduniaan tidak lain disebabkan karena adanya masalah dalam tiga hal ini, atau salah satu dari ketiganya.



Membangun Agama di Atas Taqlid

Bahwa agama orang jahiliyah sebagian besarnya dibangun di atas landasan taqlid (ikut-ikutan), dan ini merupakan kaidah terbesar seluruh orang kafir baik yang dulu maupun di masa kini, sebagaimana difirmankan Allah subhanahu wata’ala, “Dan demikianlah, Kami tidak mengutus sebelum kamu seorang pemberi peringatan pun dalam suatu negeri, melainkan orang-orang yang hidup mewah di negeri itu berkata, "Sesungguh nya kami mendapati bapak-bapak kami menganut suatu agama dan  sesungguhnya kami adalah pengikut jejak-jejak mereka". (QS. Az-Zukhruf:23)


Dalam ayat lainnya disebutkan, “Dan apabila dikatakan kepada mereka, "Ikutilah apa yang diturunkan Allah". Mereka menjawab, "(Tidak), tapi kami (hanya) mengikuti apa yang kami dapati bapak-bapak kami mengerjakannya". Dan apakah mereka (akan mengikuti bapak-bapak mereka) walaupun syaitan itu menyeru mereka ke dalam siksa api yang menyala-nyala (neraka)?” (QS. Luqman: 21)


Oleh karena itu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam datang dengan menyerukan firman Allah subhanahu wata’ala, “Katakanlah, "Sesungguhnya aku hendak memperingatkan kepadamu suatu hal saja, yaitu supaya kamu menghadap Allah (dengan ikhlas) berdua-dua atau sendiri-sendiri; kemudian kamu fikirkan (tentang Muhammad) tidak ada penyakit gila sedikitpun pada kawanmu itu.” (QS.Saba': 46)


Juga firman Allah subhanahu wata’ala, “Ikutilah apa yang diturunkan kepadamu dari Rabbmu dan janganlah kamu mengikuti pemimpin-pemimpin selain Nya. Amat sedikitlah kamu mengambil pelajaran (dari padanya).” (QS. Al-A'raf: 3)


Bangga dengan Banyaknya Pengikut

Di antara prinsip yang dipegang olah kaum jahiliyah adalah merasa bangga dan terlena dengan banyaknya jumlah mereka, dan mereka menjadikanya sebagai hujjah atas kebenaran sesuatu. Dan sebaliknya mereka berhujjah bahwa yang batil adalah segala sesuatu yang asing bagi mereka dan sedikit pengikutnya.



Mengukur Kebatilan dengan Orang Lemah

Orang jahiliyah menganggap bahwa segala sesuatu yang pengikut nya orang-orang lemah adalah kebatilan. Mereka mengatakan sebagaimana di dalam firman Allah, “Mereka berkata, "Apakah kami akan beriman kepadamu, padahal yang mengikuti kamu ialah orang-orang yang hina?"


Mereka juga menggunakan qiyas yang keliru dan mengukur kebatilan dengan kecerdasan, sebagaimana firman Allah subhanahu wata’ala,  "Maka berkatalah pemimpin-pemimpin yang kafir dari kaumnya, "Kami tidak melihat kamu, melainkan (sebagai) seorang manusia (biasa) seperti kami, dan kami tidak melihat orang-orang yang mengikuti kamu, melainkan orang-orang yang hina dina di antara kami yang lekas percaya saja ." (QS. Hud: 27)


TEMAN



Secara umum, orang merasa senang dengan banyak teman. Manusia memang tidak bisa hidup sendiri, sehingga disebut sebagai makhluk sosial. Tetapi itu bukan berarti, seseorang boleh semaunya bergaul dengan sembarang orang menurut selera nafsunya. Sebab, teman adalah personifikasi diri. Manusia selalu memilih teman yang mirip dengannya dalam hobi, kecenderungan, pandangan, pemikiran. Karena itu, Islam memberi batasan-batasan yang jelas dalam soal pertemanan.

Memilih Teman Yang Baik
Teman memiliki pengaruh yang besar sekali. Rasulullah bersabda, "Seseorang itu tergantung agama temannya. Maka hendaknya salah seorang dari kalian melihat siapa temannya." (HR. Ahmad dan Tirmidzi).

Makna hadits di atas adalah seseorang akan berbicara dan berperilaku seperti kebiasaan kawannya. Karena itu beliau  mengingatkan agar kita cermat dalam memilih teman. Kita harus kenali kualitas beragama dan akhlak kawan kita. Bila ia seorang yang shalih, ia boleh kita temani. Sebaliknya, bila ia seorang yang buruk akhlaknya dan suka melanggar ajaran agama, kita harus menjauhinya.

Rasulullah  bersabda, "Jangan berteman, kecuali dengan orang mukmin, dan jangan memakan makananmu kecuali orang yang bertakwa." (HR. Ahmad)

Termasuk dalam larangan di atas adalah berteman dengan pelaku dosa-dosa besar dan ahli maksiat, lebih-lebih berteman dengan orang-orang kafir dan munafik.

Demikian juga dalam pergaulan yang sifatnya umum seperti bertetangga, jual beli dan sebagainya, maka hukumnya masuk dalam hukum muamalah, di mana kita boleh bermuamalah dengan siapa saja, muslim maupun non muslim.

Cinta Karena Allah
Persahabatan yang paling agung adalah persahabatan yang dijalin di jalan Allah dan karena Allah, bukan untuk mendapatkan manfaat dunia, materi, jabatan atau sejenisnya. Persahabatan yang dijalin untuk saling mendapatkan keuntungan duniawi sifatnya sangat sementara. Bila keuntungan tersebut telah sirna, maka persahabatan pun putus.

Berbeda dengan persahabatan yang dijalin karena Allah, tidak ada tujuan apa pun dalam persahabatan mereka, selain untuk mendapatkan ridha Allah. Orang yang semacam inilah yang kelak pada Hari Kiamat akan mendapat janji Allah.

Rasulullah  bersabda, "Sesungguhnya Allah pada Hari Kiamat berseru, 'Di mana orang-orang yang saling mencintai karena keagungan-Ku? Pada hari ini akan Aku lindungi mereka dalam lindungan-Ku, pada hari yang tidak ada perlindungan, kecuali perlindungan-Ku." (HR. Muslim)

Mu'adz bin Jabal berkata, “Aku mendengar Rasulullah  bersabda, Allah  berfirman, "Wajib untuk mendapatkan kecintaan-Ku orang-orang yang saling mencintai karena Aku dan yang saling berkunjung karena Aku dan yang saling berkorban karena Aku." (HR. Ahmad).

Muslim meriwaytakan dari Abu Hurairah, diceritakan, "Dahulu ada seorang laki-laki yang berkunjung kepada saudara (temannya) di desa lain. Lalu ditanyakan kepadanya, 'Ke mana anda hendak pergi? Saya akan mengunjungi teman saya di desa ini', jawabnya, 'Adakah suatu kenikmatan yang anda harap darinya?' 'Tidak ada, selain bahwa saya mencintainya karena Allah Azza wa Jalla', jawabnya. Maka orang yang bertanya ini mengaku, "Sesungguhnya saya ini adalah utusan Allah kepadamu (untuk menyampaikan) bahwasanya Allah telah mencintaimu sebagaimana engkau telah mencintai temanmu karena Dia."

Ungkapkan Cinta Karena Allah
Anas meriwayatkan, "Ada seorang laki-laki di sisi Nabi. Tiba-tiba ada sahabat lain yang berlalu. Laki-laki tersebut lalu berkata, “Ya Rasulullah, sungguh saya mencintai orang itu (karena Allah)”. Maka Nabi  bertanya “Apakah engkau telah memberitahukan kepadanya?” “Belum”, jawab laki-laki itu. Nabi bersabda, “Maka bangkit dan beritahukanlah padanya, niscaya akan mengokohkan kasih sayang di antara kalian.” Lalu ia bangkit dan memberitahukan, “Sungguh saya mencintai anda karena Allah.” Maka orang ini berkata, “Semoga Allah mencintaimu, yang engkau mencintaiku karena-Nya."  (HR. Ahmad)

Lemah Lembut, Bermuka Manis dan Saling Memberi Hadiah
Paling tidak, saat bertemu dengan teman hendaknya kita selalu dalam keadaan wajah berseri-seri dan menyungging senyum. Rasulullah  bersabda, "Jangan sepelekan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan menjumpai saudaramu dengan wajah berseri-seri." (HR. Muslim dan Tirmidzi).

Dalam sebuah hadis riwayat Aisyah Radhiallaahu anha disebutkan, bahwasanya "Allah mencintai kelemah-lembutan dalam segala sesuatu." (HR. al-Bukhari). Dalam hadis lain riwayat Muslim disebutkan “Bahwa Allah itu Maha Lemah-Lembut, senang kepada kelembutan. Ia memberikan kepada kelembutan sesuatu yang tidak diberikan-Nya kepada kekerasan, juga tidak diberikan kepada selainnya.”

Termasuk yang membantu langgengnya cinta dan kasih sayang adalah saling memberi hadiah di antara sesama teman. Rasulullah  bersabda, "Saling berjabat tanganlah kalian, niscaya akan hilang kedengkian. Saling memberi hadiah lah kalian, niscaya kalian saling mencintai dan hilang (dari kalian) kebencian." (HR. Imam Malik).

Saling Memberi Nasihat
Dalam Islam, prinsip menolong teman adalah bukan berdasar permintaan dan keinginan hawa nafsu teman. Tetapi prinsip menolong teman adalah keinginan untuk menunjukkan dan memberi kebaikan, menjelaskan kebenaran dan tidak menipu serta berbasa-basi dengan mereka dalam urusan agama Allah. Termasuk di dalamnya adalah amar ma'ruf nahi mungkar, meskipun bertentangan dengan keinginan teman.

Adapun mengikuti kemauan teman yang keliru dengan alasan solidaritas, atau berbasa-basi dengan mereka atas nama persahabatan, supaya mereka tidak lari dan meninggalkan kita, maka yang demikian ini bukanlah tuntunan Islam.

Berlapang Dada dan Berbaik Sangka
Salah satu sifat utama penebar kedamaian dan perekat ikatan persaudaraan adalah lapang dada. Orang yang berlapang dada adalah orang yang pandai memahami berbagai keadaan dan sikap orang lain, baik yang menyenangkan maupun yang menjengkelkan. Ia tidak membalas kejahatan dan kezhaliman dengan kejahatan dan kezhaliman yang sejenis, juga tidak iri dan dengki kepada orang lain. 

Rasulullah  bersabda, "Seorang mukmin itu tidak punya siasat untuk kejahatan dan selalu (berakhlak) mulia, sedang orang yang fajir (tukang maksiat) adalah orang yang bersiasat untuk kejahatan dan buruk akhlaknya." (HR. HR. Tirmidzi)

Karena itu Nabi  mengajarkan agar kita berdo’a dengan, "Dan lucutilah kedengkian dalam hati- ku." (HR. Abu Daud)

Termasuk bumbu pergaulan dan persaudaraan adalah berbaik sangka kepada sesama teman, yaitu selalu berfikir positif dan memaknai setiap sikap dan ucapan orang lain dengan persepsi dan gambaran yang baik, tidak ditafsirkan negatif. Nabi  bersabda, “Jauhilah oleh kalian berburuk sangka, karena buruk sangka adalah pembicaraan yang paling dusta” (HR.Bukhari dan Muslim). Yang dimaksud dengan berburuk sangka di sini adalah dugaan yang tanpa dasar.

Menjaga Rahasia
Setiap orang punya rahasia. Biasa-nya, rahasia itu disampaikan kepada teman terdekat atau yang dipercayainya. Anas  pernah diberi tahu tentang suatu rahasia oleh Nabi. Anas  berkata, "Nabi  merahasiakan kepadaku suatu rahasia. Saya tidak menceritakan tentang rahasia itu kepada seorang pun setelah beliau (wafat). Ummu Sulaim pernah menanyakannya, tetapi aku tidak memberitahukannya." (HR. Al-Bukhari).

Teman dan saudara sejati adalah teman yang bisa menjaga rahasia temannya. Orang yang membeberkan rahasia temannya adalah seorang pengkhianat terhadap amanat. Berkhianat terhadap amanat adalah termasuk salah satu sifat orang munafik.

Semoga Allah menganugerahkan kepada kita berteman karena Allah.