1. Ada
seorang pemuda penuntut ilmu pernah naik mobil bersama Syaikh al-Abani
rahimahullah. Syaikh al-Abani mengemudi mobilnya dengan kecepatan tinggi. Melihatnya,
maka pemuda itupun menegur:”Wahai Syaikh,ini namanya ‘ngebut’ dan hukumnya
tidak boleh. “Syaikh ibnu Baz mengatakan bahwa hal ini termasuk menjerumuskan
diri dalam kebinasaan. Mendengarnya, Syaikh al-Albani rahimahullah tertawa lalu
berkata:”Ini adalah fatwa seseorang yang tidak merasakan nikmatnya mengemudi
mobil!!.” Pemuda itu berkata: “Syaikh, akan saya laporkan hal ini kepada Syaikh
Abdul Aziz bin Baz.” Jawab Syaikh al-Abani;”Silahkan,laporkan saja.”
Pemuda itu
melanjutkan ceritanya: “Suatu sa’at, saya bertemu dengan Syaikh Abdul Aziz bin
Baz rahimahullah di Makkah maka saya laporkan dialog saya dengan Syaikh
al-Abani rahimahullah tersebut kepada beliau.Mendengarnya, beliau juga tertawa
seraya berkata: ‘Katakan padanya:”ini adalah fatwa seseorang yang belum
merasakan enaknya terkena denda!” (Al-Imam Ibnu Baz,Abdul Aziz as-Shadan
hlm.73)
2.
Diceritakan bahwa suatu ketika Raja Khalid rahimahullah mengunjungi rumah Syaikh Ibn Utsaimin rahimahullah, sebagaimana kebiasaan para raja sebagai
sikap menghormati dan memuliakan para ulama. Dan ketika sang Raja melihat rumah Syaikh yg sangat sederhana maka raja menawarkan kepada Syaikh untuk dibangunkan sebuah rumah untuk beliau, Syaikh berterimakasih dan berkata:”Saya sedang membangun rumah di daerah As-Salihiyah (wilayah Unayzah, Qasim), bagaimanapun mesjidnya dan panti sosialnya membutuhkan bantuan (dana)”
Maka setelah
sang Raja pergi, beberapa orang yg ikut dlm pertemuan itu berkata: “Wahai Syaikh, kami tidak mengetahui kalau anda sedang membangun rumah di As-Salihiyah?”
Maka Syaikh
menjawab: “Bukankah pekuburan ada di As-Salihiyah?”
(Ad-Dur
Ath-Thamin Fi Tarjamti Faqihil Ummah Al-`Allamah ibn Utsaimin – p.218)
3. Ada salah
seorang suami dari cucu Syaikh Ibnu Baz menemui beliau dan berkata, “Wahai
Syaikh, kami ingin agar engkau mengunjungi dan makan di rumah kami”.
Jawaban
beliau, “Tidak masalah, jika engkau menikah untuk kedua kalinya maka kami akan
datang ke acara walimah insya Allah”.
Setelah
pulang, orang ini bercerita kepada istrinya tentang apa yang dikatakan oleh
kakeknya. Kontan saja cucu perempuan dari Syaikh Ibnu Baz buru-buru menelpon
kakeknya. “Wahai Syeikh, apa maksudnya?”. Ibnu Baz berkata kepada cucunya,
“Kami hanya guyon dengan dia. Kami tidak mengharuskannya untuk nikah lagi. Kami
akan berkunjung ke rumahmu meski tidak ada acara pernikahan”. (www.ustadzaris.com)
4. Abdullah
bin Ali Al-Matawwu’ menceritakan bahwa dia menemani Syaikh Ibn Utsaimin (dari Unayzah) menuju Al-Bada-i yg jaraknya 15 km dari Unayzah untuk memenuhi undangan makan siang.
Setelah
makan siang, ketika mereka dlm perjalanan pulang mereka melihat seorang dgn jenggot berwarna merah (mungkin dicelup dgn hinna) dgn wajah tenang melambaikan tangan (mencari tumpangan).
Syaikh
berkata: “Pelanlah! kita akan mengajaknya bersama kita”
Maka Syaikh
berkata kpd orang itu: “Engkau mau kemana?”
Orang itu
menjawab: “Ajak aku bersama kalian ke Unayzah”
Syaikh
berkata: “Dengan dua syarat, pertama engkau tidak boleh merokok,
kedua engkau harus mengingat Allah”
kedua engkau harus mengingat Allah”
Orang itu
menjawab: “Masalah rokok, aku tidak merokok, walaupun tadi aku menumpang seseorang yg merokok dan (karena itu) aku minta diturunkan disini, dan tentang mengingat Allah maka tidak ada muslim kecuali dia mengingat Allah”
Maka orang
itu naik ke mobil (Terlihat
jelas sepanjang perjalanan bahwa) orang itu tidak menyadari
kalau dia sedang bersama Syaikh Ibn Utsaimin. Ketika tiba di Unayzah orang itu berkata:”Tunjukkan padaku rumah Syaikh Ibn Utsaimin, karena aku punya pertanyaan yg ingin aku tanyakan pada beliau”
kalau dia sedang bersama Syaikh Ibn Utsaimin. Ketika tiba di Unayzah orang itu berkata:”Tunjukkan padaku rumah Syaikh Ibn Utsaimin, karena aku punya pertanyaan yg ingin aku tanyakan pada beliau”
maka Syaikh
berkata:”Kenapa tidak engkau tanyakan pada beliau ketika engkau bertemu dgn beliau di Al-Bada-i?”
Orang itu
berkata:”Aku tidak bertemu dgn beliau”
Syaikh
berkata:”Aku melihat sendiri engkau berbicara dgn beliau dan memberi salam kpdnya”
Orang itu
berkata:”Engkau mempermainkan orang yg lebih tua dari orang tuamu!”
Syaikh
tersenyum dan berkata kpdnya:”Shalat Ashar-lah di mesjid ini (Jami’ Unayzah) nanti engkau akan melihat beliau”
Orang itu
pergi tanpa mengetahui bahwa tadi dia sedang berbicara dengan Syaikh Ibn Utsaimin sendiri.
Setelah dia
selesai shalat Ashr, orang itu melihat Syaikh didepan selesai mengimami shalat jama’ah, maka dia bertanya (pada orang lain) tentang beliau, dan diberitahukan kpdnya bahwa Syaikh itu adalah Syaikh Ibn Utsaimin. Maka orang itu mendekati Syaikh dan meminta maaf karena tidak mengenali beliau tadi(diperjalanan), kemudian dia menyampaikan pertanyaannya. Syaikh pun menjawab pertanyannya, dan orang itu mulai menangis memohon kpd Syaikh.
(Al-Jami’ li
Hayaat Al-`Allamah Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin – p.38)
5. Jika ada
seorang yang berkunjung ke rumah Syaikh Ibnu Baz rahimahullah, maka beliau
pasti menawari orang tersebut untuk turut makan malam bersama beliau. Jika
orang tersebut beralasan, “Wahai Syaikh, saya tidak bisa” maka dengan nama
berkelakar Ibnu Baz berkata, “Engkau takut dengan istrimu ya?! Marilah makan
malam bersama kami”. (www.ustadzaris.com)
6. Dalam
pelajaran fiqih, ketika membahas tentang cacat di dalam pernikahan, seorang
murid bertanya kepada Syaikh Ibnu Utsaimin Rahimahullah : “Wahai syaikh,
bagaimana seandainya ada seorang laki-laki menikah, ternyata setelah itu
ketahuan istrinya tidak punya gigi, bolehkah dia mencerainya?”
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjawab : “Itu istri yang sangat istimewa!! Karena dia tidak mungkin dapat menggigitmu!!” (Majalah al-Furqon)
Syaikh Ibnu Utsaimin rahimahullah menjawab : “Itu istri yang sangat istimewa!! Karena dia tidak mungkin dapat menggigitmu!!” (Majalah al-Furqon)
7. Ketika
Syaikh Ibnu Baz rahimahullah hendak rekaman untuk acara Nurun ‘ala Darb (acara
tanya jawab di radio Al Qur’an Al Karim di Saudi), biasanya beliau melepas kain
sorbannya dan dengan nada canda beliau berkata, “Siapa yang mau memikul
amanah?”. Jika ada salah seorang yang ada di tempat tersebut mengatakan, “Saya”
maka beliau berkata, “Silahkan ambil”. (www.ustadzaris.com)
8. Seseorang
bertanya kepada Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah: “Ada sebuah Hadist mengatakan :
‘Tidak ada pertaruhan dalam perlombaan kecuali lomba panah,atau onta, atau
kuda’. Apa pendapat anda mengenai orang yang menyelenggarakan lomba untuk ayam
dan merpati?”
Beliau
menjawab: “Wallahi- Ya akhiy- Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasalam berkata
“Tidak ada pertaruhan dalam perlombaan kecuali lomba panah,atau onta, atau
kuda”.”As-Sabaq” disini bermakna “Al-’audh”(mengganti). Karena hal-hal ini
membantu dalam kondisi peperangan. Karena ada faidah (manfaat) darinya.Pembuat
syariat membolehkan berlomba pada hal tersebut.Apabila ayam mu bisa membantumu
dalam peperangan bisa kau tunggani ,meninju (melompat) dan menggali..maka tidak
mengapa, jika tidak maka jangan…..”
(Liqo Bab Al-Maftuh pertanyaan ketiga,kaset No.200)
(Liqo Bab Al-Maftuh pertanyaan ketiga,kaset No.200)
9. Seseorang
bertanya kepada Syaikh ‘Utsaimin rahimahullah : “Apa hukum menggantungkan
doa-doa di mobil seperti doa menaiki kendaraan atau safar dan lain
sebagainya.Apa jawaban bagi yang berkata bahwa hal tersebut termasuk tamimah?”
Beliau
menjawab: “Termasuk tamimah (jimat)? Saya katakan terhadap orang yang berkata
bahwa hal ini tergolong tamimah: Sungguh telah benar, apabila mobilnya sakit!!
Digantungkan doa-doa ini di mobil nya bukan di penumpangnya,dan diletakkan di
mobilnya juga baik karena bisa mengingatkan penumpang dengan doa menaiki kendaraan.Atau
dengan doa safar.Semua yang bisa membantu kebaikan maka hal itu baik.Saya tidak
memandang menggantungknnya tidak boleh.Ini bukan termasuk tamimah kecuali
sebagaimana saya katakan tadi :Jika mobilnya sedang sakit,kemudian
digantungkannya doa-doa ini kemudian sembuh dengan idzin Allah!! Oleh karenanya
perkara ini baik-baik saja!
(Liqo
As-Syahri ,kaset No.9 Side B)
10.
Diceritakan oleh Ihsan bin Muhammad Al-Utaybi; Setelah selesai shalat di
masjidil haram al-makki, Syaikh meninggalkan Al-Haram untuk pergi ke suatu
tempat dgn mobil, maka beliau menghentikan sebuah taxi dan menaikinya. Dalam
perjalanan, sang supir ingin berkenalan dgn penumpangnya, maka dia
menanyakan:”(Nama)anda siapa wahai Syaikh?”
Syaikh
menjawab:”Muhammad bin Utsaimin”
Dengan terkejut
sang supir bertanya:”Syaikh Ibn Utsaimin?” karena mengira Syaikh berbohong
kpdnya, sebab dia tidak menyangka seorang seperti Syaikh Ibn Utsaimin akan
menjadi penumpang taxi nya.
Maka Syaikh
menjawab:”Ya, Asy Syaikh”
Sopir taksi
memutar kepalanya untuk melihat wajah Asy-Syaikh Al-Utsaimin
Syaikh pun
bertanya:”Siapakah (nama) kamu wahai saudaraku?”
Supir itu
menjawab:”Saya Asy Syaikh Abdul`Aziz bin Baz!”
Syaikh pun
tertawa dan menanyakan:”Engkau Syaikh Abdul`Aziz bin Baz?!!!”
Supir taxi
itu menjawab:”Ya, seperti anda Syaikh Ibn Utsaimin”
Lalu Syaikh
berkata:”Tapi kan Syaikh Abdul`Aziz bin Baz buta, dan beliau tidak menyetir mobil”
Seketika itu
sang supir taxi mulai menyadari bahwa penumpang yg duduk disebelahnya benar-benar Syaikh Ibn Utsaimin. Dan sungguh kacau apa yg dia
hadapi sekarang (salah tingkah).
(Safahat
Musyiqah min Hayaatil Imam Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin – p.79
Ref:Al-Madinah ((Ar-Risalah)), nomor:13788)
Ref:Al-Madinah ((Ar-Risalah)), nomor:13788)
11.
Diceritakan oleh Abu Khalid AbdulKarim Al-Miqrin; Ketika di studio sedang melakukan rekaman acara “Pertanyaan melalui Telepon”, seorang saudara bernama Sa’d Khamis selalu berkata kpd Syaikh setiap kali selesai sesi rekaman:”Jazakallahu khairan wahai Syaikh, (dan semoga) Allah mengasihi kedua orang tua Anda”
(pada
kesempatan kali ini) Syaikh berkata:”Aamiin ya Sa’d, dan untukku?”
Maka Sa’d
barkata (lagi):”Semoga Allah mengasihi kedua orang tuamu”
Dan Syaikh
menjawab (lagi):”Aamiin, dan untukku?”
Kemudian
Sa’d Khamis menyadari apa yg dimaksud (oleh perkataan Syaikh), maka dia berkata:”Semoga Allah mengasihi Anda dan semoga Allah mengasihi kedua orang tua Anda dan semoga Allah membalas kebaikan Anda dgn sebaik-baik balasan”
Maka Syaikh
pun tersenyum lalu tertawa, dan kita semuapun tertawa.
(Arba`ah`asyar`aam
ma`a Samahatiil-`Allamah Asy-Syaikh Ibn Utsaimin – p.63)
Subhanallah..Demikianlah
canda para ulama, mereka bukan hanya ‘alim dalam ilmu syari’at, tapi dalam
canda-pun penuh dengan hikmah.
sumber:
http://alqiyamah.wordpress.com