Minggu, 07 September 2008

Berbuka Puasa

1. Kapan Orang yang Puasa Berbuka?

Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Kemudian sempurnakanlah puasa hingga malam." (Al Baqarah : 187)

Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menafsirkan dengan datangnya malam dan perginya siang serta sembunyinya bundaran matahari. kami telah membawakan (penjelasan ini pada pembahasan yang telah lalu) agar menjadi tenang hati seorang muslim yang mengikuti sunnatul huda.

wahai hamba Allah inilah perkataan-perkataan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam ada di hadapanmu dapatlah engkau mambacanya, dan keadaannya yang sudah jelas dan telah engkau ketahui, serta perbuatan para sahabatnya Radhiyallahu'anhum telah kau lihat, mereka telah mengikuti apa yang dibawa oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam.

Syaikh Abdur Razaq telah meriwayatkan dalam Mushannaf (7591) dengan sanad yang dishahihkan oleh Al Hafidz dalam Fathul Bari (4/199) dan al Haitsami dalam Majma' Zawaid (3/154) dari Amr bin Maimun Al Audi: "Para sahabat Muhammad Shallallahu'alaihi wa sallam adalah orang-orang yang paling bersegera dalam berbuka dan paling akhir dalam sahur.”

2. Menyegerakan Berbuka

Wahai saudaraku seiman, wajib atasmu berbuka ketika matahari telah terbenam, janganlah dihiraukan oleh rona merah yang masih terlihat di ufuk, dengan ini berarti engkau telah mengikuti sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan menyelisihi Yahudi dan Nashrani, karena mereka mengakhirkan berbuka. Pengakhiran mereka itu sampai pada waktu tertentu, yakni hingga terbitnya bintang. maka dengan mengikuti jalan dan manhaj Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berarti engkau menampakkan syiar-syiar agama, memperkokoh petunjuk yang kita jalani, yang kita harapkan jin dan manusia berkumpul di atasnya. Hal-hal tersebut dijelaskan oleh Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam pada paragraf-paragraf yang akan datang.

a. Menyegerakan berbuka berarti menghasilkan kebaikan

Dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Senantiasa manusia di dalam kebaikan selama menyegerakan berbuka." (HR. Bukhari (4/173) dan Muslim (1093))

b. Menyegerakan berbuka adalah sunnah Rasul Shallallahu 'alaihi wasallam

Jika umat Islamiyah menyegerakan berbuka berarti mereka tetap di atas sunnah Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam dan manhaj Salafus Shalih, dengan izin Allah mereka tidak akan tersesat selama 'berpegang dengan sunnah Rasul mereka dan menolak semua yang merubah sunnah'.

Dari Sahl bin Sa'ad Radhiyallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Umatku akan senantiasa dalam sunnahku selama mereka tidak menunggu bintang ketika berbuka (puasa)." (HR Ibnu Hibban (891) dengan sanad shahih)

c. Menyegerakan buka berarti menyelisihi Yahudi dan Nashrani

Tatkala manusia senantiasa berada di atas kebaikan dikarenakan mengikuti manhaj Rasul mereka, memelihara sunnahnya, karena sesungguhnya Islam (senantiasa) tetap tampak dan menang, tidak akan memudharatkan orang yang menyelisihinya, ketika itu umat Islam akan menjadi singa pemberani di lautan kegelapan, tauladan yang baik untuk diikuti, karena mereka tidak mejadi pengekor orang Timur dan Barat, (yaitu) pengikut semua yang berteriak, dan condong bersama angin kemana saja angin itu bertiup.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Agama ini akan senantiasa menang selama manusia menyegerakan berbuka, karena orang-orang Yahudi dan Nashrani mengakhirkannya." (HR. Abu Dawud (2/305), Ibnu Hibban (223), sanadnya hasan)

Kami katakan:
Hadits-hadit di atas mempunyai banyak faedah dan catatan-catatan penting, sebagai berikut:
1) Kemenangan agama ini dan berkibarnya bendera akan tercapai dengan syarat menyelisihi orang-orang sebelum kita dari kalangan Ahlul Kitab, ini sebagai penjelasan bagi umat Isalm, bahwa mereka akan mendapatkan kebaikan yang banyak, jika membedakan diri dan tidak condong ke Barat ataupun ke Timur, menolak untuk mengekor Karmelin atau mencari makan di Gedung Putih -mudah- mudahan Allah merobohkannya-, jika umat ini berbuat demikian mereka akan menjadi perhiasan diantara umat manusia, jadi pusat perhatian, disenangi oleh semua hati. Hal ini tidak akan terwujud, kecuali dengan kembali kepada Islam, berpegang dengan Al Qur-an dan As Sunnah dalam masalah aqidah dan manhaj.

2) Berpegang dengan Islam baik secara global maupun rinci, berdasarkan firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara Kaffah." (Al Baqarah : 208)
Atas dasar inilah, maika ada yang membagi Islam menjadi inti dan kulit, (ini adalah pembagian) bid'ah jahiliyah modern yang bertujuan mengotori fikrah kaum muslimin dan memasukkan mereka ke dalam lingkaran kekhawatiran. (Hal ini) tidak ada asalnya dalam agama Allah, bahkan akhirnya akan merembet kepada perbuatan orang-orang yang dimurkai Allah, (yaitu) mereka yang mengimani sebagian kitab dan mendustakan sebagian lainnya; kita diperintahkan untuk menyelisihi mereka secara global maupun terperinci, dan sungguh kita mengetahui bahwa buah dari menyelisihi Yahudi dan Nashrani adalah tetap (tegak)nya agama lahir dan batin.

3) Dakwah ke jalan Allah dan memberi peringatan kepada mukminin tidak akan terputus, perkara-perkaran baru yang menimpa umat Islam tidak menyebabkan kita memilah syiar-syiar Allah, jangan sampai kita mengatakan seperti perkataan kebanyakan dari mereka, "Ini perkara-perkara kecil, furu', khilafiyah dan hawasyiyah, kita wajib meninggalkannya, kita pusatkan kesungguhan kita untuk perkara besar yang memecah belah shaf kita dan mencerai-beraikan barisan kita!"

Perhatikan wahai kaum muslimin, da'i ke jalan Allah di atas bashirah, engkau telah tahu dari hadits-hadits yang mulia bahwa jayanya agama ini bergantung kepada disegerakannya berbuka puasa yang dilakukan tatakala lingkaran matahari telah terbenam. Maka bertaqwalah kepada Allah (wahai) setiap orang yang menyangka berbuka ketika terbenambya matahari adalah fitnah, dan seruan untuk menghidup kan sunnah ini adalah dakwah yang sesat dan bodoh, menjauhkan umat Islam ini dari agamanya atau menyangka (hal tersebut) sebagai dakwah yang tidak ada nilai nya, (yang) tdk mungkin seluruh muslimin berdiri di atasnya, karena hal itu adalah perkara furu', khilafiyah atau masalah kulit, walaahaula walaaquwwata illa billah.

d. Berbuka sebelum Shalat Maghrib

Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berbuka sebelum shalat Maghrib (HR. Ahmad (3/164), Abu Dawud (2356) dari Anas dengan sanad hasan) karena menyegerakan berbuka adalah termasuk akhlaqnya para nabi.

Dari Abu Darda' Radhiyallahu'anhu: "Tiga perkara yang merupakan akhlaq para nabi: menyegerakan berbuka, mengakhirkan sahur dan meletakkan tangan di atas tangan kiri dalam shalat." (HR Thabrani dalam Al Kabir sebagaimana dalam Al Majma' (2/105)).

3. Berbuka Dengan Apa?

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam berbuka dengan kurma, kalau tidak ada korma dengan air, ini termasuk kesempurnaan kasih sayang dan semangatnya Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam (untuk kebaikan) umatnya dan dalam menasehati mereka. Allah berfirman: "Sesungguhnya telah datang kepadamu seorang Rasul dari kaummu sendiri, berat terasa olehnya penderitaan olehmu, sangat menginginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin." (At Taubah : 128)

Karena memberikan ke tubuh yang kosong sesuatu yang manis lebih membangkitkan selera dan bermanfaat bagi badan, terutama badan yang sehat, dia akan menjadi kuat dengannya (kurma). Adapun air, karena badan ketika dibawa puasa menjadi kering, jika didinginkan dengan air akan sempurna manfaatnya dengan makanan.

Ketahuilah wahai hamba yang taat, sesungguhnya kurma mengandung berkah dan kekhususan -demikian pula air- dalam pengaruhnya terhadap hati dan mensucikannya, tidak ada yang mengetahui kecuali orang yang beritiba'. Dari Anas bin Malik Radhiyallahu'anhu, (ia berkata): "Adalah Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam berbuka dengan kurma basah (ruthtah), jika tidak ada ruthtah maka berbuka dengan kurma kering (tamar), jika tidak ada tamar maka minum dengan satu tegukan air." (HR. Ahmad (3/163), Abu Dawud (2/306), Ibnu Khuzaimah (3/277. 278), Tirmidzi (3/70) dengan dua jalan dari Anas, sanadnya shahih).

4. Yang Diucapkan Ketika Berbuka Sebelumnya Depan Selanjutnya

Ketahuilah wahai saudaraku yang berpuasa -mudah-mudahan Allah memberi taufiq kepada kita untuk mengikuti sunnah Nabi-Nya Shallallahu 'alaihi wasallam- sesungguhnya engkau mempunyai do'a yang dikabulkan, maka manfaatkanlah, berdo'alah kepada Allah dengan keadaan engkau yakin akan dikabulkan, -ketahuilah sesungguhnya Allah tidak mengabulkan do'a dari hati yang lalai- Berdo'alah kepada- Nya dengan apa yang kamu mau dari berbagai macam do'a yang baik, mudah- mudahan engkau bisa mengambil kebaikan di dunia dan akhirat.

Dari Abu Hurairah Radhiyallahu'anhu, Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Tiga do'a yang dikabulkan: do'anya orang yang berpuasa, do'anya orang yang terdhalimi dan do'anya musafir." (HR. Uqaili dalam Adh Dhu'afa (1/72)).

Do'a yang tidak tertolak ini adalah ketika waktu engkau berdasarkan hadits dari Abu Hurairah Radhiyallahuanhu bahwasanya Nabi Shallallahu'alaihi wasallam: "Tiga orang yang tidak akan ditolak do'anya: orang yang puasa ketika berbuka, Imam yang adil dan do'anya orang yang didhalimi." (HR. Tirmidzi (2528), Ibnu Majah (1752), Ibnu Hibban (2407). Ada jalalah Abu Mudilah)

Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash, Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Sesungguhnya orang yang puasa ketika berbuka memiliki do'a yang tidak akan ditolak." (HR. Ibnu Majah (1/557), Hakim (1/422), Ibnu Sunni (128), Thayalisi (299) dari dua jalan)

Do'a yang paling afdhal adalah do'a ma'tsur dari Rasulullah Shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau jika berbuka mengucapkan:

“Dzahabadh-dhoma'u wabtalatil 'uruuqu watsabbatil ajru insya Allah"

(yang artinya): "Telah hilang dahaga dan telah basah urat-urat, dan telah ditetapkan pahala, Insya Allah." (HR. Abu Dawud (2/306), Baihaqi (4/239), Al Hakim (1/422), Ibnu Sunni (128))

5. Memberi Makan Orang Yang Puasa

Bersemangatlah wahai saudaraku -mudah-mudahan Allah memberkatimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mengamalkan kebajikan dan taqwa- untuk mem beri makan orang yang puasa karena pahalanya besar dan kebaikannya banyak.

Rasulullah Shallallahu'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa yang memberi buka orang yang puasa, akan mendapatkan pahala seperti pahala nya orang yang berpuasa tanpa mengurangi pahalanya sedikitpun." (HR. Ahmad (4/144, 115, 116, 5/192), Tirmidzi (804), Ibnu Majah (1746), Ibnu Hibban (895), dishahihkan oleh Tirmidzi.)

Orang yang puasa harus memenuhi undangan (makan) saudaranya, karena barangsiapa yang tidak menghadiri undangan berarti telah durhaka kepada Abul Qasim Shallallahu 'alaihi wasallam, dia harus berkeyakinan bahwa Allah tidak akan menyiakan-nyiakan sedikitpun amal kebaikannya, tidak akan dikurangi pahalanya sedikitpun.

Orang yang diundang disunnahkan mendo'kan pengundangnya setelah selesai makan dengan do'a-do'a dari Nabi Shallallahu 'alaihi wasallam: "Telah makan makanan kalian orang-orang bajik, dan para malaikat bershalawat (mendo'kan kebaikan) atas kalian, orang-orang yang berpuasa telah berbuka di sisi kalian." (HR. Ibnu Abi Syaibah (3/100), Ahmad (3/118), Nasa-i dalam 'Amalul Yaum (268), Ibnu Sunni (129), Abdur Razak (4/311) dari berbagai jalan darinya, sanadnya shahih. Peringatan: Apa yang ditambahkan oleh sebagian orang tentang hadits ini, yaitu "Allah menyebutkan di majelis-Nya" adalah tidak ada asanya)

"Ya Allah, berilah makan orang yang memberiku makan, berilah minum orang yang memberiku makan, berilah minum orang yang memberiku minum." (HR. Muslim (2055) dari Miqdad)

"Ya Allah, ampunilah mereka dan rahmatilah, berilah barakah pada seluruh rizki yang Engkau berikan." (HR. Muslim (2042) dari Abdullah bin Busrin)


Sumber:
“SHIFATI SHAUMIN NABIYYI SHALLALLAHU 'ALAIHI WA SALLAM FII RAMADHAN”
Oleh :
Syaikh Salim bin 'Id Al-Hilaaly
Syaikh Ali Hasan Ali Abdul Hamid

Ebook compiled by Akhukum fillah
La Adri At Tilmidz

Sumber Tulisan : http://salafy.or.id