Sesungguhnya KAMI telah memberikan kepadamu nikmat yang banyak. Maka dirikanlah shalat karena TUHAN-mu; dan berkorbanlah (QS.Al-Kautsar: 1-2)
Hikmah Udhhiyah
Banyak hikmah/ibroh yang dapat kita petik dari disyariatkannya ibadah qurban, di antara hikmah yang telah disebutkan oleh para ulama adalah sebagai berikut.
Pertama, untuk mendekatkan diri hanya kepada ALLAH, dan inilah hikmah qurban yang paling utama sebagaimana firman ALLAH, “Katakanlah: sesungguhnya sembahyangku, sembelihanku (ibadatku), hidupku dan matiku hanyalah untuk ALLAH, TUHAN semesta alam.” (QS. Al-An’am: 162)
Kedua, menghidupkan kembali sunnah Nabi Ibrahim AS yangtelah diperbaharui kembali oleh Nabi kita Muhammad SAW.
Ketiga, memberi kelonggaran dalam perkara mubah untuk keluarga dan menebarkan rahmat ALLAH di muka bumi ini, karena hari-hari ini adalah hari-hari bahagia, menikmati berbagai makanan dan minuman dengan tetap ingat kepada ALLAH.
Keempat, Sebagai ungkapan rasa syukur seorang hamba yang telah diberi kuasa memiliki dan mengalahkan binatang-binatang yang ada, sebagaimana firman-NYA: “Demikianlah KAMI telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu, mudah-mudahan kamu bersyukur.” (QS. Al-Hajj: 36)
Kelima, mencukupi nafkah pada hari Ied dan menyebarkan rahmat kepada orang fakir dan miskin. “Maka makanlah sebahagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.” (QS. Al-Hajj: 36)
Syariat Bagi Orang Hidup
Berqurban adalah disyariatkan bagi orang yang masih hidup dan mampu membeli atau memiliki binatang qurban, tidak disyariatkan berqurban bagi orang yang telah mati. Oleh karena itu tidaklah Rasulullah SAW berqurban dan diniatkan bagi orang yang telah mati secara tersendiri, seperti istri-istrinya, anak-anaknya, paman-pamannya, dan para kerabatnya, hanya saja ketika berqurban, Rasulullah SAW menyertakan keluarganya dalam niat qurbannya, dan bukan diniatkan untuk orang-orang yang telah mati secara tersendiri.
Sebagaimana Beliau pernah menyembelih qurban dan mengucapkan, “Dengan menyebut nama ALLAH dan ALLAH Maha Agung, ya ALLAH (qurban) ini dariku dan orang-orang yang tidak mampu berqurban dari umatku.” (HR. Ahmad, abu dawud, Tirmidzi, dishahihkan Al-Albani)
Yang Disyariatkan Bagi Yang Hendak Berqurban
Disyariatkan bagi yang hendak berqurban apabila datang bulan Dzul Hijjah utuk tidak memotong kuku atau mengambil sedikitpun dari rambut, kuku dan kulitnya, sehingga dia telah menyembelih qurbannya, sebagaimana sabda Rasulullah SAW, “Apabila masuk sepuluh hari (awal Dzul Hijjah), lalu di antara kamu hendak berqurban, maka sungguh janganlah mengambil/memotong rambut, dan kukunya sedikitpun sampai benar-benar dia menyembelih (qurbannya).” (HR. Muslim)
Para ulama berbeda pendapat tentang hukum memotong atau mengambil rambut dan kukunya bagi orang yang hendak berqurban sebelum menyembelih qurbannya, sebagian ulama berpendapat makruh, akan tetapi pendapat yang lebih dekat kepada dalil adalah mengharamkannya. Ini didasari oleh asal hukum larangan adalah haram selama tidak ada dalil lain yang memalingkannya dan dalam masalah ini tidak ada yang memalingkannya.
Rukun-Rukun Udhhiyah (qurban)
Rukun udhhiyah ada empat, yaitu:
Pertama, binatang ternak saja. Selainnya tidak boleh dan tidak sah udhhiyahnya, serta telah sampai umur yang ditetapkan syar’i. Dan dibolehkan berqurban dengan binatang ternak baik yang jantan maupun yang betina.
Kedua, waktu berqurban, yaitu Iedul Adhha dan hari-hari tasyriq.
Ketiga, Orang yang menyembelih, yaitu yang halal sembelihannya, maka ia sah untuk menyembelih.
Keempat, cara menyembelih, yaitu menyembelih, yaitu menyembelih binatang qurban dengan sekali sembelihan dengan memotong kerongkongan dan tenggorokan secara sempurna menggunakan alat untuk menyembelih.
Binatang Qurban Yang Paling Afdhol
Bagi seseorang yang ingin berqurban hendaknya memilih hewan qurban yang paling afdhol dengan kriteria binatang qurban yang gemuk, bertanduk, sempurna badannya dan menyenangkan bila memandangnya, hal ini lantaran Nabi SAW memilih hewan qurban yang paling afdhol sebagaimana dalam beberapa riwayat hadits, seperti, “Dari Anas bin Malik, bahwasanya Nabi SAW menyembelih qurban dua ekor Kibas yang bertanduk lagi berwarna bagus.” (HR. Bukhari-Muslim)
Berkata Ibnu Utsaimin, “Kibas adalah jenis kambing yang berbadan besar.” Para ulama beristimbath dari hadits ini bahwa binatang qurban yang paling afdhol adalah kibas yang bertanduk dan berwarna bagus.
Adapun binatang qurban yang tidak bertanduk, maka tetap dibolehkan karena para ulama hanya bersepakat disunnahkan hewan qurban yang bertanduk, tetapi tidak diwajibkan.
Sedangkan warna yang bagus, ini menunjukkan binatang qurban tersebut binatang yang berwarna indah.
Siddiq Hasan Khon mengatakan berwarna bagus maksudnya adalah berwarna putih sempurna, ada yang mengatakan berwarna putih bercampur sedikit warna hitam, ada juga yang mengatakan berwarna putih bercampur sedikit warna merah, ada juga yang mengatakan warna putihnya lebih dominan dibanding warna hitamnya.
Dalam hadits lain disebutkan, “Dari Abu Said beliau berkata, “Adalah Rasulullah SAW berqurban dengan kibas yang bertanduk, yang nampak jelas kejantanannya, (kibas itu) melihat dengan mata yang hitam, makan dengan (mulut yang hitam), dan berjalan dengan (kaki yang) hitam.” (HR. Abu Dawud, Ibnu Majah, An-Nasa’i, dishahihkan oleh Al-Albani)
Imam Nawawi mengatakan, maksud dari perkataan melihat dengan mata yang hitam,... maksudnya adalah (kibas itu berwarna putih) tetapi mulut, mata dan ujung-ujung kakinya berwarna hitam.”
Jumlah Hewan Qurban
Selama ini berkembang pemahaman bahwa seekor sapi cukup untuk tujuh orang dan satu kambing hanya cukup untuk satu orang. Namun riwayat yang shahih dari Rasulullah SAW menerangkan keringanan bagi yang akan menyembelih binatang qurban untuk seluruh anggota keluarganya untuk menyembelih sesuai kadar kemampuannya, meskipun hanya seekor kambing.
Umarah bin Abdillah berkata, “Aku mendengar Atha’ bin Yassar bertanya kepada sahabat Abu Ayyub Al-Anshary, ”Bagaimana hewan-hewan qurban pada masa Rasulullah SAW? Ia menjawab, “Jika berkurban dengan kambing untuk dirinya dan seluruh keluarganya, maka mereka memakannya, dan membagikannya kepada orang lain, sebagaimana yang engkau lihat.” (HR. Tirmidzi, Ibnu Majah, Malik)
Maka di masa yang sulit dan melonjaknya angka kemiskinan pada saat ini, petunjuk Rasulullah SAW di atas sangat memberi keluasan kepada umat Beliau untuk ikut beramal sesuai dengan kemampuannya.
Syaikh Faishal bin Abdul Aziz Ali Mubarak berkata, “Ini menunjukkan bahwa seekor kambing itu cukup untuk satu keluarga, sementara ada yang berpendapat hanya untuk seorang saja. Dan yang benar yaitu cukup untuk satu keluarga, kendatipun keluarga tersebut berjumlah seratus orang atau lebih, sebagaimana yang ditegaskan oleh sunnah Nabi SAW.
“Dari Jabir bin Abdillah, ia berkata, “Saya telah shalat iedul Adhha bersama Rasulullah SAW dan ketika selesai khutbah, Beliau turun dari mimbarnya, lalu didatangkan pada Beliau seekor domba dan Beliau pun menyembelihnya dengan tangannya, seraya berkata, “Bismillah, ALLAHU Akbar, ini dariku dan dari orang yang belum ber-udhhiyah dari umatku.”(HR. Turmudzi)
(bersambung, Insya ALLAH)
Sumber: Ar-risalah No. 43 Agustus Tahun 2004
Al-Furqon Edisi 4 tahun 2007