“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.”
(QS. Al-Baqarah: 183)
Seperti seorang prajurit kuno, menyerang dengan pedang, bertahan dengan perisai. Dalam kecamuk perang, serangan musuh tidak hanya berupa bacokan pedang dan tombak, tapi juga tembakan anak panah. Maka perisai yang utuh dan kuat mutlak diperlukan untuk perlindungan. Sedikit lubang pada perisai, berpeluang ditembus anak panah karena bentuknya yang kecil dan serangannya cepat dan beruntun.
Pula seorang hamba, setiap waktunya adalah peperangan melawan nafsu, syahwat dan setan. Serangan-serangan setan berupa bujukan untuk memperturutkan syahwat dan maksiat akan sangat sulit ditahan bila tidak mempunyai perisai yang kokoh. Luka-luka akibat serangan setan akan membawanya pada kebinasaan dan menjatuhkannya ke neraka. Shaum (puasa) adalah perisai baginya. Rasulullah SAW bersabda, ”Shaum itu adalah perisai dari neraka.” (HR. Tirmidzi)
Dalam kitab Tuhfatul Ahwadzi Syarh Sunan at Tirmidzi ulama mengatakan, shaum menjadi perisai syahwat dengan cara melemahkan kekuatan fisik. Dikatakan juga, shaum menjadi perisai dari sabetan syahwat yang dapat melukainya. Ibnul ’Arabi menjelaskan, shaum disebut perisai adalah karena dengan shaum seorang hamba berusaha menahan syahwatnya. Sedangkan neraka dikelilingi oleh syahwat. Sehingga apabila seorang hamba mampu menahan diri dari serangan syahwat di dunia, ia akan selamat dari jeratan api neraka di akhirat. Keterangan ini terdapat di dalam Fathul bari karya Imam Ibnu Hajar dalam syarh hadits 1761.
Dan selamat dari neraka, berarti akan mendapatkan Jannnah. ALLAH berfirman, ”Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.” (QS. Ali Imran: 185)
Keterangan di atas berlaku untuk semua shaum, baik sunnah apalagi shaum wajib seperti pada bulan Ramadhan ini. Tubuh yang lemas, nuansa Ramadhan yang relatif lebih kondusif, serta semangat untuk memperoleh fadhilah akan semakin memperkuat pertahanan kita.
Shaum Adalah Sabar Yang Utama
Kedudukan sabar bagi iman laksana kepala bagi tubuh. Tubuh tak bernyawa tanpa kepala. Begitupun dengan iman, tak akan bertahan jika kesabaran sirna.
Sabar dalam menghadapi musibah memang utama, tapi sabar dalam menjalankan ketaatan dan sabar dalam menghindari maksiat lebih utama lagi, menurut mayoritas ulama. Shaum termasuk kesabaran yang sangat utama, karena shaum merupakan bentuk kesabaran untuk taat kepada ALLAH, juga sabar untuk meninggalkan maksiat.
Sebagian ulama menjelaskan, bahwa shaum menjadi perisai, yakni pencegah dari segala maksiat dan dosa. Ketika orang menjalankan shaum karena ALLAH, maka sudah tentu ia akan menjaganya dari segala yang merusak shaumnya. Ia akan menjauhkan dirinya dari Ghibah, bicara kotor, menipu, apalagi minum khamr dan zina, amat jauh kemungkinan orang shaum jatuh ke dalamnya.
Maka shaum sangat efektif untuk membersihkan hati dari segala kotoran dan mencegah masuknya noda ke dalam hati. Karena noda yang mengotori bersumber dari dosa. Dan apabila hati kita tersebut telah tertutup dengan noda-noda dari dosa, maka akan sangat sulitlah hati untuk menerima kebenaran, diajak kepada kebaikan, bahkan hati tersebut dapat dikatakan mati. Iman tak akan hidup di hati yang mati.
Harus Utuh
Rasulullah SAW bersabda, ”Shaum itu adalah perisai selama ia tidak mengoyaknya.” (HR. An-Nasai)
Untuk memberikan proteksi yang maksimal, perisai haruslah kuat dan utuh, tidak koyak apalagi berlubang. Maka untuk menjaga agar perisai shaum terhindar dari cacat, kita harus mewaspadai berbagai hal yang dapat merusak perisai kita.
Yang pertama tentu saja adalah pembatal shaum seperti makan, minum, dan jima’, yang mana semua muslim pasti mengetahuinya. Namun, ada beberapa hal yang bisa jadi merupakan pembatal tapi masih sedikit yang mengetahuinya, karena syubhat atau meragukan, seperti infus, suntikan bius, transfusi darah, donor darah, makan saat shubuh telah berkumandang, obat mata yang terkadang sampai ke tenggorokan, obat telinga dan sebagainya.
Tak ada pilihan kecuali kita harus mempelajari dan memahami agar shaum kita tidak rusak dan batal. Mungkin setahun sebelumnya kita pernah mendengar atau membaca, namun seringkali masih saja kita lupa. Maka tak ada salahnya, kita kembali mempelajari dan mengkaji mengenai shaum dan Ramadhan agar shaum kita menjadi lebih sempurna.
Kedua, barangkali kita bisa selamat dari yang pertama dan bisa menjaga shaum kita dari pembatal-pemabtal yang sifatnya zhahir seperti tersebut di atas. Namun ada hal lain yang perlu diperhatikan dan dihindari, karena bisa merusak perisai shaum dan membuatnya terkoyak.
Rasulullah SAW bersabda, ”Shaum itu perisai, maka dilarang melakukan rafats dan perbuatan bodoh.” (HR. Bukhari)
Ibnu Hajar menjelaskan, rafats artinya ucapan keji atau menjurus pada hal-hal porno dan jorok. Bisa juga juga yang mencakup segala hal yang menjurus pada jima’ (hubungan seks) yang lain, memandang yang haram seperti pornografi atau lainnya, pacaran dan lainnya, lebih-lebih yang sudah mengarah ke tindakan zina. Sedang perbuatan bodoh adalah seperti berteriak-teriak dan melakukan hal-hal tak berguna lainnya.
Dalam hadits riwayat Imam An-Nasa’i di atas, Imam Ad-Darimi menambah lafazh ”bil ghibah”, maknanya ”Shaum adalah perisai selagi belum dirusak dengan ghibah atau menggunjing orang.”
Selain itu, Rasulullah SAW juga bersabda, ”Barangsiapa tidak meninggalkan perkataan dusta dan amalan dusta maka ALLAH tidak lagi butuh atas apa yang ia lakukan berpa meninggalkan makan dan minum (shaum)nya.” (HR. Bukhari, Abu Daud, dan Tirmidzi)
Imam Ath-Thayibi menjelaskan ”Az-Zur” atau perkataan dusta dalam hadits ini juga bermakna ucapan bathil lainnya, seperti mencaci, kesaksian dusta, fitnah, mengada-ada, menggunjing dan yang semisal.
Perusak kedua ini tak kalah berbahaya dari yang pertama. Sebab, tak jarang manusia sering melakukan tapi merasa tenang karena shaumnya tidaklah batal karenanya. Memang menurut Jumhur Ulama, hal tersebut tidak membatalkan shaum yang mewajibkan qadha’, tapi apalah guna jika karenanya shaum yang dilakukannya tidak dipedulikan lagi oleh ALLAH. Dan karena itu ada ulama, seperti Ibnu Hazm menganggap ghibah dapat membatalkan shaum.
Melemahkan Perisai
Ketiga, mungkin bukan pembatal atau pun perusak. Akan tetapi, mengisi Ramadhan dengan kesibukan duniawi saja dikawatirkan dapat merusak perisai shaum.
Padahal seperti kata pepatah, pertahanan yang baik adalah menyerang. Selain dengan shaum, di bulan mulia ini kita bisa semakin memperkokoh benteng kita dengan amal kebaikan lain, bukan hanya dengan urusan duniawi.
Sayangnya, meski Ramadhan, seringkali jadual mencari penghidupan kita tak jauh beda dengan hari biasanya. Waktupun habis untuk bekerja. Sedang untuk membaca Al-Qur’an hingga khatam, shalat lebih lama dan sebagainya, waktu tak lagi bersisa. Untuk itu, dibutuhkan kejelian dan keseriusan. Kita bisa mengatur jadual dengan cara memanfaatkan waktu-waktu senggang pada waktu jam kerja untuk membaca Al-Qur’an, dzikir atau shalat sunat.
Amatlah sayang rasanya, jika Ramadhan yang penuh berkah ini lewat dan kita tidak dapat menjaring berjuta faidah di dalamnya.
Sedangkan untuk kepentingan dunia kita sangat bersemangat dan sangat takut tidak kebagian atau hanya dapat sedikit. Padahal, akhirat itu kekal dan dunia itu fana.
Sumber: Ar-Risalah no. 75 Tahun 2007