Rabu, 06 Agustus 2008

SAKARATUL MAUT


Perbanyaklah mengingat penghancur segala kelezatan, yakni kematian (HR. Tirmidzi)

Sering terdengar, karena putus asa menghadapi problem yang berat, seseorang menjemput maut (bunuh diri). Dikiranya maut merupakan solusi ampuh untuk mengatasi semua problem. Bisa jadi juga dikiranya maut menjanjikan ketenangan dan impian.

Sebaliknya ada pula manusia yang menjadikan hari-hari kehidupannya sekedar unuk bersenang-senang dan memuaskan syahwat. Baginya seakan-akan maut tak akan pernah datang atau maut dianggap sekedar peristiwa biasa yang tidak perlu dirisaukan.

Padahal, ada prahara besar menjelang kematian. Terdapat derita luar biasapada sakaratul maut. Muncul problema besar menjelang dan sesudah kematian. Semuanya hanya bisa disaksikan dan dirasakan oleh orang yang tengah menjelang ajal.

Makna Sakaratul Maut

“Dan datanglah sakaratul maut yang sebenar-benarnya. Itulah yang kamu selalu lari darinya.” (QS. Qaf: 19)

Ar-raghib berkata, “Sekarat adalah sebuah kondisi yang menghalangi antara seseorang dengan akalnya (tidak sadar).” Al-Baghawi berkata, “Yakni akan datang kepada manusia kepayahan dan kesusahan luar biasa menjelang maut meliputi seluruh tubuhnya dan mengalahkan akalnya. Kata bilhaq artinya dengan kematian yang sebenarnya, ada juga yang mengatakan dengan sesuatu yang benar adanya berupa perkara akhirat.”

Sementara kalimat, Dzalika maa kunta minhu tahiid. Disampaikan oleh Ibnu Katsir bahwa akan dikatakan kepada orang yang tengah sekarat, “Inilah maut yang selama ini kamu jauhi, engkau lari darinya kini telah sampai menghampirimu dan engkau tidak kuasa untuk menghindarinya.”

Ayat di atas memberikan khabar mengenai kepastian adanya sakaratul maut atau mabuk sebelum ruh terlepas dari raga. Saat itulah kita merasakan penderitaan luar biasa. Hal ini didukung oleh banyak hadits, di antaranya: Perkataan Aisyah istri Rasulullah SAW, “Aku belum pernah melihat seorangpun mengalami derita seberat dialami oleh Rasulullah.” (HR. Bukhari)
Ibnu Hajar mencatat riwayat yang mengemukakan doa Rasulullah:


اَللَّهُمَّ أَعِنِّي عَلَى سَكَرَاتِ الْمَوْتِ

Artinya:
“Ya ALLAH tolonglah saya dari sakaratul maut.” (Fathul Baari)

Dari Hasan Al-Bashri bahsawanya Rasulullah SAW menceritakan tentang duka dan derita saat sakaratul maut, Beliau bersabda, “Setara dengan 300 kali sabetan pedang.” (Ibnu Abi Dunya)

Hikmah Di Balik Sakaratul Maut

Al-Hafizh Ibnu Hajar mengatakan, “berdasarkan hadits Aisyah tentang kondisi wafatnya Rasulullah SAW menunjukkan bahwa sengsaranya seseorang ketika sakaratul maut tidak menunjukkan rendahnya kedudukan di hadapan ALLAH, justru menunjukkan tambahan kebaikan baginya atau sebagai penebus dosa-dosanya.”

Pernyataan Ibnu Hajar tersebut berdasarkan sebuah hadits dari Anas, bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Kematian adalah kaffarah (penebus) bagi setiap muslim.” (HR. Baihaqi)

Akan tetapi berdasarkan dalil-dalil yang ada menunjukkan bahwa kepayahan sekarat yang dialami oleh orang shaleh hanyalah pada awal pencabutan ruh. Ketika ruh akan diangkat, para malaikat datang memberikan ketenangan dan kabar yang menyenangkan. Pada saat itulah seorang mukmin mendapatkan kegembiraan luar biasa hingga lenyaplah segala derita yang dirasakannya, kemudian ruhnya keluar dengan tenang dan mudah. (lihat dalam Fathul Baari dalam Bab: Raqa-iq)

Kondisi Orang Mukmin

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Tuhan Kami ialah ALLAH" kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, Maka Malaikat akan turun kepada mereka dengan mengatakan: "Janganlah kamu takut dan janganlah merasa sedih; dan gembirakanlah mereka dengan jannah yang telah dijanjikan ALLAH kepadamu.”” (QS. Fushshilat: 30)

Turunnya malaikat ini, sebagaimana dikatakan oleh Imam Mujahid, Al-Sudi, dan Zaid bin Aslam, terjadi saat sakaratul maut. (Tafsir Ibnu Katsir)
Menjelang kematian seseorang menjadi takut dan khawatir terhadap keselamatan dirinya dan nasib keluarganya. Di saat demikian malaikat akan memberikan kabar yang sangat menyenangkan kepada seorang mukmin mengenai surga dan memberikan ketenangan agar tidak takut dan bersedih. Barra’ bin Azib berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Ketika seorang mukmin ketika hendak meninggalkan dunia menuju akhirat turunlah para malaikat kepadanya dari langit, wajahnya putih bersih laksana sinar matahari. Para malaikat duduk di depannya sejauh mata memandang, kemudian datanglah malaikat maut duduk di dekat kepalanya seraya berkata, “Wahai jiwa yang baik keluarlah menuju ampunan ALLAH.” Ruh tersebut keluar dari tubuhnya laksana mengalirnya tetesan air dari mulut kendi. Kemudian malaikat maut mengambil ruh tersebut.” (HR. Abu Dawud dan Al-Hakim)

Kondisi Seorang Kafir dan Fajir

“kalau kamu melihat ketika Para Malaikat mencabut jiwa orang-orang yang kafir seraya memukul muka dan belakang mereka (dan berkata): "Rasakanlah olehmu siksa neraka yang membakar", (tentulah kamu akan merasa ngeri).” (QS. Al-Anfal: 50)

Barra’ bin Azib berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda, “Sedangkan hamba kafir, dalam riwayat lain fajir, apabila hendak menuju akhirat meninggalkan dunia maka akan turun kepadanya malaikat dari langit. Sifat mereka kasar dan keras bermua hitam. Mereka membawa pakaian kasar dari neraka, kemudian duduk di depannya sejauh mata memandang. Kemudian datang malaikat maut duduk dekat kepalanya seraya berkata, “Wahai ruh yang buruk, keluarlah menuju kemurkaan ALLAH. Ruh tersebut memencar dalam tubuh (tidak mau keluar) sehingga malaikat maut mencabut dengan kasar, sebagaimana besi yang banyak kaitnya dipakai mencabut bulu domba yang dibasahi sehingga tercerabut pula kulit dan uratnya. (HR. Abu Dawud)

Su’ul Khotimah

Sering kita temui orang yang sekarat tidak mampu mengucapkan kalimat tauhid. Ada yang justru menyebut-nyebut kekasihnya, hartanya, penyanyi pujaannya, atau kebiasaan buruknya selama hidup. Hal ini sebagaimana dijelaskan oleh ulama, terjadinya seperti halnya orang tidur. Orang yang tidur akan sering melihat dalam tidurnya sesuatu yang ketika sadar mendominasi akal dan hatinya.

Imam Adz-Dzahabi berkata, Mujahid berkata, “Tidaklah seseorang meninggal dunia kecuali akan tergambar di hatinya teman-teman dekatnya. Orang yang gemar bermain catur ketika ditalqin (dituntun) untuk mengucapkan La ilaha illALLAHi saat hendak meninggal justru mengucapkan ‘skak’ lantas mati. Ada juga yang saat hidupnya hobi minum khamr ketika ditalqin untuk mengucapkan kalimat tauhid justru mengatakan ‘minumlah dan berilah aku minum’ lalu mati.”

Imam Ibnu Qayim menjelaskan sebab akhir hidup yang jelek, tiga di antaranya adalah:
1. seorang terlampau cinta terhadap dunia sehingga hati dan pikirannya terpusat padanya, sementara lupa terhadap akhirat.
2. memiliki keyakinan-keyakinan yang menyimpang
3. terjerumus dalam perbuatan maksiat dan belum sempat bertobat menjelang ajal.

Beliau mengatakan bahwa jika seseorang dalam kondisi normal akal, kekuatannya dan inderanya saja masih dikuasai oleh setan, hingga hatinya lalai dari mengingat ALLAH, lisannya enggan melafadzkan dzikir, anggota badannya berat melakukan amal ketaatan, lantas bagaimana di saat hilangnya semua kekuatan sementara hati dan dirinya diliputi derita akibat sakaratul maut…!!??
Pada saat itulah setan berada puncak kekuatannya, sementara manusia dalam kondisi lemah. Hanya orang yang benar-benar beriman yang akan selamat. ALLAH berfirman, “ALLAH meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan Ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat; dan ALLAH menyesatkan orang-orang yang zalim dan memperbuat apa yang Dia kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

Sumber Tulisan: Fatawa Juni 2007