Minggu, 13 Juli 2008

BAHAYA UJUB (2)

“Begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan.” (QS. Yusuf: 12)

DAMPAK UJUB
A. Jatuh dalam jerat-jerat kesombongan, sebab ujub merupakan pintu menuju kesombongan.
B. Dijauhkan dari pertolongan Ilahi. ALLAH berfirman: "Orang-orang yang berjihad (untuk mencari keridhaan) KAMI, benar-benar akan KAMI tunjukkan kepada mereka jalan-jalan KAMI." (QS. Al-Ankabut: 69)
C. Terpuruk dalam menghadapi berbagai krisis dan cobaan kehidupan. Bila cobaan dan musibah datang menerpa, orang-orang yang terjangkiti penyakit ujub akan berteriak: 'Oii teman-teman, carilah keselamatan masing-masing!' Berbeda halnya dengan orang-orang yang teguh di atas perintah ALLAH, mereka tidak akan melanggar rambu-rambu, seperti yang dituturkan Ali bin Abi Thalib. “Siapakah yang mampu lari dari hari kematian? Bukankah hari kematian hari yang telah ditetapkan? Bila sesuatu yang belum ditetapkan, tentu aku dapat lari darinya. Namun siapakah yang dapat menghindar dari takdir?”
Dibenci dan dijauhi orang. Tentu saja, seseorang akan diperlakukan sebagaimana ia memperlakukan orang lain. Jika ia memperlakukan orang lain dengan baik, maka orang lain akan membalas lebih baik kepadanya. ALLAH berfirman: “Apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa.”) (QS. An-Nisa': 86)

AGAR TAK UJUB
A. Jangan senang dipuji
Imam Ats-Tsauri menuturkan: "Apabila engkau bukan termasuk orang yang takjub terhadap diri sendiri, hal lain yang perlu diingat ialah; hindarilah sifat senang disanjung orang." Maksudnya bukan orang lain tidak boleh memuji perbuatanmu itu, tetapi janganlah kamu meminta pujian dari orang lain. Hendaknya engkau selalu berhubungan dengan ALLAH (dengan selalu mengingatnya). Dalam sebuah hadits disebutkan: "Barangsiapa yang mencari ridha ALLAH, meskipun menimbulkan kemarahan manusia, niscaya ALLAH akan meridhainya dan akan membuat manusia ridha terhadapnya. Dan barangsiapa yang mencari kesenangan manusia, hingga membuat ALLAH murka maka ALLAH murka kepadanya dan membuat manusia murka terhadapnya." (HR. Tirmidzi).
Dan dalam suatu riwayat: Dua orang yang memujinya akan balik mencelanya. Ats-Tsauri berkata: Dalam kategori ini: Engkau menginginkan mereka memuliakanmu dan senang jika engkau mendapat kehormatan dan kedudukan di hati mereka. Menurut hemat saya korban panah macam ini banyak sekali tapi mereka bermacam-macam bentuknya, yang sebagian tidak begitu tampak karena sebagian orang memahami pujian hanya dari satu sisi saja dan melupakan sisi yang lain, di antaranya juga ada yang datang dari sisi senang dipuji oleh orang lain lewat perkataan. Dan banyak orang ingin membaca kehebatan balaghoh orang yang memujinya sampai-sampai ada yang menunjukkan bahwa pujian-pujian itu adalah memang bukti nyata keadaan orang yang dipujinya seolah-olah dia mengatakan seperti apa yang dikatakan seorang laki-laki yang berdiri di depan Musailamah Alkadzab yang mengaku-aku sebagai nabi, Musailamah berkata kepadanya: "Aku lebih tahu apa yang ada dalam hatimu!" Orang itu berkata kepadanya: "Aku juga tahu apa yang ada di dalam hatimu!" "Apa itu!" sergah Musailamah. Orang itu menjawab: "Demi ALLAH, aku tahu sebenarnya engkau menyadari bahwa sesungguhnya aku mengetahui engkau adalah seorang pendusta!"
Oleh sebab itu, hendaknya seseorang menyederhanakan bahasa dan tutur katanya. Jangan sampai lisannya menjadi batu sandungan bagi dirinya, sebab dosa yang dituai lisan pada umumnya dari hal semacam ini. Seandainya orang yang senang dipuji selalu ingat (bahaya yang timbul dibalik pujian), niscaya ia menyadari bahwa dialah yang paling mengetahui akan kelemahan dirinya sendirinya. Namun manusia itu selalu lupa, mudah terpedaya dan suka berpaling dari nasihat orang lain yang mengajarkan kepadanya etika pergaulan dan nilai-nilai agama. Seorang ahli hikmah bertutur dalam syairnya: Hai orang jahil yang terbuai dengan sanjungan meng-hanyutkan Kejahilan orang yang menyanjungmu jangan sampai menguasai kesadaranmu akan kadar dirimu Pujian dan sanjungan itu ia ucapkan tanpa sepengetahuannya tentang hakikat dirimu Dirimulah yang lebih mengetahui tentang baik buruknya dirimu.

B. Introspeksi diri
Sekiranya kesadaran itu belum juga tumbuh, maka simaklah penuturan Al-Fudhail bin 'Iyadh yang telah meletakkan kaidah untuk mengetahui kadar diri, beliau berkata: "Di antara tanda-tanda orang munafik adalah senang dipuji atas sesuatu yang tidak ada pada dirinya, benci celaan atas kejelekan yang ada pada dirinya, dan marah terhadap orang yang mengoreksi kekurangan-nya."
Segeralah introspeksi dirimu wahai saudaraku! Sekiranya seseorang datang secara pribadi berkata: "Saya melihat kekuranganmu ini dan ini", apakah wajahmu lantas memerah lalu engkau memakinya, engkau tetap tidak bergeming dari kekurangan itu! Bahkan mengomel sambil berkomat-kamit mengucapkan laa haula wala quwwata illa billah!
Ataukah engkau berkata: "Semoga ALLAH merahmati orang yang menunjukkan kekuranganku" Engkau akan dapati orang tersebut menjadi korban sanjungan menghanyutkan itu. Seandainya seseorang menyanjungnya, hatinya langsung berbunga-bunga, girang-gembira dan tenggelam dalam khayalan-khayalan indah. Mengapa? Sebab dirinya akan terbuai dengan sanjungan itu. Namun jika datang orang lain yang menasihatinya, sikapnya langsung berubah aneh, dadanya menjadi sempit, langsung ditimpalinya dengan omelan panjang, dan keluar kata-kata keji lagi kasar dari lisannya.
Wahai saudaraku, ketahuilah bahwa ALLAH banyak menutupi kesalahan-kesalahan kita, dan itu merupakan nikmat yang sangat besar. Setiap orang tentu lebih tahu tentang rahasia dirinya sendiri daripada orang lain. Pujian orang lain kepada kita hanyalah jaring-jaring godaan yang dilemparkan setan untuk menjerat diri kita. Semoga ALLAH melindungi kita dari godaan setan dan perangkapnya.
Seorang ulama salaf bernama Khalid bin Shafwan banyak menyelidiki psikologis bani Adam, ia berkata: "Berapa banyak orang yang terpedaya dengan sitrullah (tirai ALLAH yang menutupi kesalahan manusia) dan tergoda dengan sanjungan orang. Maka jangan sampai kejahilan orang yang menyanjungmu menguasai kesadaranmu akan kadar dirimu. Semoga ALLAH tidak menjadikan kita termasuk golongan mereka.
Jenis pujian lainnya adalah memuji diri sendiri atas kekurangan yang ada padanya. Ini termasuk rekomendasi terhadap diri sendiri. Sebagian orang sengaja memuji diri sendiri di hadapan orang banyak. Padahal ALLAH telah berfirman: "Janganlah kamu menganggap diri kamu suci" (QS. An-Najm: 32)
Dan perbuatan tadi termasuk menganggap suci diri sendiri. Rabbah Al-Qaisi pernah ditanya: "Apakah yang dapat merusak amalan seseorang?" Beliau menja-wab: "Sanjungan orang dan lupa terhadap ALLAH yang telah memberi nikmat". Seorang penyair berkata: Sungguh aneh orang yang memuji dirinya sendiri Namun tidak menyadari bahwa pujiannya itu sendiri adalah kekurangan dirinya Seorang pemuda memuji diri atas kekurangan yang ada padanya, menyebut-nyebut aibnya sendiri hingga diketahui kejelekannya. Hendaknya seorang muslim menjauhi perbuatan seperti ini.
Ada lagi yang lebih aneh, sebagian orang yang telah dijangkiti sifat ujub membongkar rahasianya sendiri dengan mencela diri sendiri di hadapan orang lain. Mereka menyangka bahwa perbuatan seperti itu akan melahirkan anggapan baik orang lain terhadap mereka, bahwa mereka jauh dari sifat ujub dll. Sungguh mereka tidak menyadari bahwa sifat tawadhu' merupakan karunia ilahi tidak dapat dibuat-buat seperti itu. Barangsiapa yang mencela dirinya sendiri di hadapan orang banyak, sebenarnya ia telah memuji dirinya, dan yang demikian itu termasuk tanda-tanda riya' sebagaimana yang dituturkan Hasan Al-Bashri.
Yang tidak kalah aneh adalah sikap sebagian orang mencela kanan kiri seolah-olah bertindak sebagai wasit. Padahal sebenarnya ia tidak menengahinya. Ia tidak menasihati orang itu karena takut akan membakar kemarahannya, dan tidak pula memujinya karena khawatir akan ditentang orang banyak. Tetapi ia menyebut kekurangan orang lain. Sebenarnya perbuatannya itu adalah pujian atas dirinya sendiri. Dan ia pun sebenarnya tidak menyebutkan penyimpangan yang ada pada saudaranya itu, namun ia cela si Umar sebagai orang yang lugu, si Zaid sebagai pemalas dan lain sebagainya. Dengan itu jiwanya pun menjadi puas dan senang. Realita seperti ini sangat cocok dengan ucapan Al-Fudhail bin 'Iyadh: "Sesungguhnya di antara ciri-ciri orang munafik adalah senang jika mendengar aib saudaranya."
Oleh sebab itu, apabila kaum salaf mendengar aib salah seorang saudaranya dibeberkan di hadapannya, ia akan marah. Ia akan lihat terlebih dahulu apakah hal itu memang benar atau tidak! Dan kadangkala mereka menegur orang yang membeberkan dan menyuruhnya untuk menyebutkan langsung hal itu kepada yang bersangkutan.
Betapa bahagia orang yang dapat menjaga diri dari panah-panah setan tersebut. Selalu mengoreksi diri dan menyadari kekurangan dirinya. Lalu menyadari bahwa seberapapun banyak amal yang dikerjakannya, tetap kecil dibandingkan dengan kewajiban bersyukur kepada ALLAH atas nikmat-nikmat yang telah tercurah kepadanya. Hendaklah selalu kita ingat salah satu dari tujuh orang yang dinaungi ALLAH di bawah naungan- NYA pada hari yang tidak ada naungan selain naungan-NYA, yaitu seorang yang bersedekah dan menyembunyikan sedekahnya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. Dan seperti orang yang ALLAH mudahkan untuk beramal shalih, yang tidak diketahui kecuali oleh segelintir orang saja. Manfaat amalnya dapat dirasakan segenap kaum muslimin, namun mereka tidak mengetahui orang yang melakukannya.

Sumber: PANAH SYETAN (Shalih bin Muhammad)