Selasa, 29 Juli 2008

KEWAJIBAN TERHADAP AL-QUR’AN

“Kitab (Al-Qur’an) ini tidak ada keraguan padanya; petunjuk bagi mereka yang bertakwa.” (QS. Al-Baqarah:2)

Sampai saat ini, masih ada sebagian muslim yang merasa tidak beruntung memiliki kitab suci Al-Qur’an. Selain karena bahasa pengantarnya berbahasa Arab, juga karena ada isi dan kandungan Al-Qur’an yang kontradiktif dengan kehendak nafsunya, seperti pembagian waris yang katanya tidak adil antara laki-laki dan perempuan, kebolehan poligami yang disinyalir meremehkan derajat kaum hawa

Sahabat agung, sebaik-baik penafsir Al-Qur’an, Abdullah bin Abbas bercerita kepada muridnya, “Ada seorang laki-laki di zaman sebelum kalian, dia beribadah kepada ALLAH selama 80 tahun, kemudian dia terjatuh kepada suatu dosa, lalu diapun takut atas dirinya karena dosa tersebut.”

Kemudian dia mendatangi hutan dan berkata, “Wahai hutan yang banyak bebatuannya, yang lebat pepohonannya, yang banyak hewan-hewannya, adakah engkau memiliki tempat bersembunyi bagiku dari RABB-ku?” dengan ijin ALLAH hutan menjawab, “Wahai manusia, demi ALLAH, tiada satupun rumput maupun pohon dalam wilayahku, melainkan ada seorang malaikat diutus di sana, maka bagaimana aku hendak menyembunyikanmu dari ALLAH?”

Laki-laki itupun mendatangi laut dan berkata, “Wahai laut yang melimpah airnya, yang banyak ikan-ikannya, adakah engkau memiliki tempat untuk menyembunyikan diriku dari RABB-ku?”

Maka lautpun menjawab, “wahai manusia, demi ALLAH tiada satu butir pasirpun atau binatang airpun kecuali disertai malaikat yang diutus, bagaimana aku hendak menyembunyikanmu?”

Laki-laki itupun mendatangi gunung dan berkata, “Wahai gunung yang tinggi menjulang langit, yang banyak goa-goanya, adakah engkau memiliki tempat untuk menyembunyikan diriku dari RABB-ku Tabaraka wa Ta’ala?” gunung menjawab, “Demi ALLAH, tiada satu batu atau goapun yang ada di wilayahku kecuali ada malaikat yang diutus, bagaimana mungkin aku menyembunyikanmu?” (Haa kadza tahaddatsa as-salaf: 40)

PERISAI DOSA

Isu tentang perselingkuhan berjejal begitu banyaknya. Para pelakunya merasa enjoy sepanjang tak ketahuan istri atau suaminya. Korupsi dan kolusi merajalela di setiap lini dan tempat kerja, koruptor pun santai saja selagi petugas audit tak mencium bau busuknya. Jumlah uang yang dilalap tak kepalang tanggung banyaknya. ICW menyebutkan, angka korupsi di tingkat DPRD masing-masing bernilai milyaran, tak hanya jutaan. Kumpul kebo dan perzinaan terjadi dimana-mana, terus menjadi rutinitas, selagi keluarga, orang tua dan masyarakat tak mendeteksi tindakan kotornya. Sayangnya, masyarakatpun saat ini juga sudah terlalu permissif (acuh) dengan keadaan sekitar.

Padahal bisa saja mereka bersembunyi dari manusia, tetapi tidak akan mampu bersembunyi dari ALLAH. “Mereka bersembunyi dari manusia, tetapi mereka tidak bersembunyi dari ALLAH, padahal ALLAH beserta mereka.” (QS. An-Nisaa’: 108)

Maksiat terjadi karena adanya kemauan atau terbukanya peluang untuk melakukannya. Namun keduanya dapat dicegah secara sekaligus dengan muraqabatullah (merasa diawasi oleh ALLAH). Mengapa demikian? Karena muraqabatullah menjadikan seseorang sadar bahwa setiap gerak-gerik dan kerlingan matanya selalu diawasi oleh ALLAH Dzat yang Maha Mengawasi yang akan memberikan sanksi kepadanya ketika berdosa. Tak ada tempat dan kesempatan yang memungkinkan baginya berbuat dosa tanpa sepengetahuan-NYA. Maka otomatis kendurlah kemauannya untuk berbuat dosa, meskipun tak ada orang lain bersamanya. Sebab ALLAH mengawasinya.

Tidak akan terlintas dalam benak pencuri untuk mengganyang mobil patroli yang diparkir depan kantor polisi. Karena ia sadar aksinya dengan mudah diketahui dan jeruji besi siap menantinya.

Jika demikian, sudah selayaknya seorang hamba yang cerdas tidak coba-coba menjamah wilayah dosa yang dilarang Sang Pencipta. Karena ALLAH takkan sedikitpun lengah dalam mengawasinya, sedangkan hukuman-NYA tak hanya berupa jeruji besi, tapi siksa yang tiada tara beratnya. Maka, merasakan pengawasan ALLAH adalah perisai utama yang menghalangi seseorang untuk berbuat dosa.

TIADA TEMPAT SEMBUNYI

Muraqabah juga menumbuhkan rasa malu untuk berbuat dosa kepada ALLAH. Manusia yang ber-muraqabah menyadari bahwa ALLAH yang memberikan segala nikmat kepadanya, juga memantau segala gerak-geriknya. Tak ada tempat bersembunyi dari-NYA agar dia bebas berbuat dosa. Malaikat yang menjaga di setiap bumi yang dia pijak akan menjadi saksi atas segala yang dilakukannya. Maka bagaimana dia akan durhaka kepada-NYA di hadapan pengawasan-NYA. Yang dia lakukan adalah sebaliknya, dia ingin ingin agar DZAT yang memberikan nikmat kepadanya melihat dirinya selalu dalam ketaatan kepada-NYA, sehingga DIA akan merasa ridha.
Kesempurnaan muraqabatullah diraih manakala seseorang juga menyadari bahwa setiap gerak, nafas dan detik perbuatannya direkam dalam catatan malaikat. Kelak catatan itu akan diperlihatkan kepadanya. Terbuktilah bahwa tak ada yang terlewat dalam perbuatannya, semua tercatat detail di dalamnya. Tidakkah kita malu jika catatan kita dibuka di hari kiamat sementara di sana terdapat rekaman dosa yang kerjakan di setiap saat, sekalipun secara sembunyi.

SAMA SAJA

Muraqabatullah berdampak sangat baik sekali terhadap amal seorang hamba. Ia membuat orang tidak hanya bersemangat berbuat baik di saat banyak orang, tapi loyo di saat sendiri, atau jauh dari maksiat di saat banyak orang, namun akrab dengan maksiat saat dia sendiri. Sebab dalam hati seseorang telah tumbuh kesadaran bahwa DZAT yang mengawasinya selalu memantau dirinya di saat ia ditengah orang ramai atau di saat dia sendiri. ALLAH berfirman, “Tidakkah mereka mengetahui bahwa ALLAH mengetahui segala yang mereka sembunyikan dan segala yang mereka nyatakan?” (QS. Al-Baqarah: 77)

Dia juga sadar bahwa malaikat yang mengawasinya takkan pernah bosan untuk menyertai dan mecatat perbuatannya, “(yaitu) ketika dua orang malaikat mencatat amal perbuatannya, seorang duduk di sebelah kanan dan yang lain duduk di sebelah kiri.” (QS. Qaaf: 17)

Catatan yang terdapat dalam kitab itupun detail tak ada sedikitpun yang tercecer, hingga orang-orang yang bersalah ketakutan terhadap apa yang tertulis di dalamnya, dan mereka akan berkata, “Dan diletakkanlah kitab, lalu kamu akan melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada (tertulis). Dan TUHAN-mu tidak menganiaya seorang juapun.”(Qs. Al-Kahfi: 49)
Muraqabatullah menyebabkan seseorang beramal ketika sendiri sama bagusnya dengan apa yang dia lakukan di saat bersama orang banyak.

Alangkah bagusnya seorang muslim tatkala menyendiri, lalu dia merasakan pengawasan ALLAH dan ia juga merasa takut dengan suatu hari dimana diputuskan segala amal usahanya. “Pada hari ketika tiap-tiap diri mendapati segala kebajikan dihadapkan (dimukanya), begitu (juga) kejahatan yang telah dikerjakannya; ia ingin kalau kiranya antara ia dengan hari itu ada masa yang jauh; dan ALLAH memperingatkan kamu terhadap siksa-NYA.” (QS. Ali Imran: 30)

Untuk itu, para ulama tak membedakan amal antara yang Dzohir dan bathin.

YANG BERDOSA SAMBIL TERTAWA

Sebagian orang yang hatinya sakit, bahkan mati mengira ALLAH tidak melihat mereka kala bermaksiat atau lengah dari apa yang mereka kerjakan, sehingga mereka melakukan dosa sambil tertawa. Apalagi hukuman atas dosanya tidak segera nampak di depan mata. Para pezina yang aman dari penyakit kelamin, para pembunuh kaum muslimin, para penjahat dan pendosa, jangan disangka ALLAH membiarkan mereka. ALLAH tidak membiarkan para pendurhaka pendahulu mereka seperti kaum Luth, kaum Tsamud, kaum ‘Aad maupun Fir’aun. ALLAH berfirman, “karena itu TUHAN-mu menimpakan kepada mereka cemeti azab, sesungguhnya TUHAN-mu benar-benar mengawasi.” (QS. Al-Fajr: 13-14)

sumber: Ar-Risalah: no. 40 tahun 2004