“Tujuh golongan yang akan dinaungi ALLAH di hari yang tiada naungan kecuali naungan-NYA, pemimpin yang adil, pemuda yang rajin beribadah kepada RABBnya dan laki-laki yang hatinya terkait dengan masjid….”(HR. Muslim).
Masjid memiliki kedudukan yang istimewa. Ia adalah sentral kepribadian masyarakat Islam. Masjid adalah pasar perdagangan akhirat, bengkel ruhiyah dan pusat pembinaan ukhuwah islamiyyah.
Wajar jika hal pertama yang dilakukan Nabi shallallahu 'alaihi wassallam ketika pertama kali hijrah ke Madinah adalah membangun masjid. Masjid telah melahirkan tokoh-tokoh luar biasa yang diakui oleh dunia seperti Abu Bakar ash-Shidiq, Umar Ibnu Khaththab, Utsman dan Ali, juga masih banyak lagi. Masjid telah mencetak para khalifah, para panglima perang, ahli hadits, ahli fiqih, ahli tafsir, ahli hukum, para syuhada’ dan para da’i yang namanya tercatat dalam lembaran sejarah. Masjid mampu melahirkan para sarjana yang tak dapat dilakukan oleh universitas manapun di dunia ini.
MASJID KITA HARI INI
Namun tidak demikian dengan masjid kita hari ini. Orang membangun masjid layaknya membangun kuburan. Ramai-ramai orang membangunnya namun tak ada yang mau menempatinya, hanya ramai dengan perhiasan namun sepi dari hidayah. Telah dikabarkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam, “Tidak akan datang kiamat hingga manusia berlomba-lomba dalam membangun masjid.” (HR. Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah),
Dalam riwayat Al-Bukhari disebutkan, “Dan mereka tidak memakmurkan masjid kecuali sedikit.”
PASAR AKHIRAT
Masjid adalah pasar akhirat, orang-orang yang memakmurkannya adalah pedagangnya. Ia adalah pasar jannah, tempat bertransaksi yang menguntungkan bersama ALLAH. Maka barangsiapa ingin beruntung dalam berniaga dengan ALLAH, hendaknya melazimi masjid, tempat dimana ALLAH membeli amal pengunjungnya dengan harga yang tinggi. Ajang dimana lelaki muslim membuktikan keimanannya kepada ALLAH, sebagaimana firman-NYA: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid ALLAH ialah orang-orang yang beriman kepada ALLAH dan Hari kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada ALLAH, maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS. AT-Taubah: 18)
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda, “Tempat yang paling disukai ALLAH adalah masjid…” (HR. Muslim)
KEUTAMAAN MEMAKMURKAN MASJID
A. Tanda sebagai orang beriman
Berdasarkan al-Qur’an Surat at-Taubah: 18 tersebut di atas. Juga diriwayatkan oleh Tarmidzi, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam bersabda, “Jika kalian melihat lelaki melazimi masjid, maka saksikanlah bahwa dia orang yang beriman.”
B. Menghapuskan dosa dan meninggikan derajat
Orang yang melangkahkan kakinya menuju masjid tidak seperti bepergian ke tempat lain, karena ALLAH menghapus kesalahan orang yang mengayunkan langkah menuju masjid sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam, “Maukah aku tunjukkan kepada kalian suatu amal yang dengannya ALLAH menghapus kesalahan dan meninggikan derajat?” Para sahabat menjawab, “Tentu wahai Rasulullah.” Beliau melanjutkan, “Memperbagus wudhu dalam kondisi yang tidak menyenangkan dan banyak melangkahkan kaki ke masjid lalu menunggu shalat setelah usai shalat, itulah ribath.” (HR. Muslim)
C. Imbalan yang berlipat ganda
Diriwayatkan dari Abu Hurairah bahwasanya Rasulullah bersabda, “Shalat seorang lelaki di masjid dinaikkan sebanyak dua puluh lima derajat dari pada shalat yang dikerjakannya di rumah atau di pasar (ditokonya)….” (HR. Muttafaqun ‘alaihi).
Dari Abu Hurairah, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wassallam bersabda, “Barang siapa pergi ke masjid pagi atau petang ALLAH menjadikan untuknya hidanagn di surga setiap kali ia berangkat pagi atau sore.” (HR. Bukhari-Muslim)
D. Mendapatkan Shalawat dari ALLAH dan Malaikat
“Sesungguhnya ALLAH dan malaikat-NYA mengucapkan shalawat atas orang-orang yang menempati shaf awal.” (HR. Abu Dawud)
E. Mendapatkan sakinah dari ALLAH dan disebut-sebut-NYA
Dari Abu Hurairah, Rasulullah bersabda, “Tidak ada satu kaum yang berkumpul di salah satu masjid ALLAH, mereka membaca kitab ALLAH dan saling mempelajarinya diantara mereka melainkan sakinah (ketenangan) turun kepada mereka, rahmat menyelimuti mereka, malaikat-malaikat mengelilingi mereka dan ALLAH-pun menyebut-nyebut mereka pada malaikat yang ada di sisi-NYA.” (HR. Muslim)
Al-Hasan bin ‘Ali berkata, “Barangsiapa sering berada di masjid, maka ALLAH akan memberinya rezeki berupa salah satu dari tujuh macam, yaitu: saudara yang mendatangkan manfaat karena ALLAH, rahmat yang diturunkan, ilmu yang sesuai dengan keadaan, kalimat yang bisa menunjukkan hidayah, kalimat yang bisa menyingkirkan kehinaan, meninggalkan perbuatan dosa karena takut kepada ALLAH dan meninggalkan dosa karena malu kepada-NYA.
ADAB
A. Menyempurnakan wudhu’, berjalan dengan tenang tidak boleh tergesa-gesa, dan berdoa: “ALLAHUMAJ’AL FI QOLBII NUURON, WAFII LISAANII NUURON WAJ’AL FII SAM’II NUURON WAJ’AL FII BASHORII NUURON WAJ’AL MIN KHOLFI NUURON WAMIN AMAAMII NUURON, WAJ’AL MIN FAUQII NUURON WAMIN TAHTII NUURON, ALLAHUMMA A’THINII NUURON.” (HR. Bukhari no. 11/116
dan Muslim 1/530)
B. Wanita yang ingin berjama’ah ke masjid jangan memakai wangi-wangian (HR. Muslim, Abu Dawud), serta memperhatikan adab-adab berpakaian dan berhias (Fatwa Lajnah ad-Daimah: 7/330-332 n0. 873)
C. Janganlah makan bawang merah, bawang putih dan bakung menjelang pergi ke masjid (HR. Muslim no. 252 dan Bukhari 252), termasuk segala sesuatu yang mengandung bau yang tidak enak yang menggangu orang lain, misal rokok.
D. Saat masuk masjid mendahulukan kaki kanan serta membaca doa: “ALLAHUMAFTAH LII ABWABA RAHMATIK” dan apabila keluar mendahulukan kaki kiri membaca doa: “ALLAHUMMA INNI AS-ALUKA MIN FADHLIK” (HR. Muslim)
E. Mengerjakan shalat Tahiyyat Masjid sebelum duduk. Diriwayatkan dari Abu Qatadah, Nabi SAW bersabda, “Apabila seseorang dari kamu masuk masjid, janganlah duduk sebelum shalat dua rakaat.” (HR. Muslim)
F. Apabila Iqamat telah dikumandangkan maka tidak boleh mengerjakan selain Shalat Fardhu. (HR. Muslim dan Ahmad)
G. Mendatangi shalat dengan tenang. (Lihat HR.Bukhari no. 635 dan Muslim 244)
H. Perbanyaklah membaca al-Qur’an dan Dzikir mengajarkan ilmu dengan syarat tidak mengeraskan suara yang dapat menggangu orang lain yang shalat dan I’tikaf.
I. Di dalam masjid janganlah melakukan hal-hal sebagai berikut: meludah atau membuang dahak (HR. Muttafaqun ‘alaih), berjual beli (HR. An-Nasaai dan at-Tarmidzi), mengumumkan barang hilang (HR. Muslim), mengumandangkan syair atau nyanyian (HR. Abu dawud dan Tarmidzi), mengencangkan suara atau berteriak (HR. Bukhari), duduk dengan menekuk kedua lutut di depan perut dan menjadikannya sebagai penyangga pada saat khotib membaca khutbah Jum’at (HR. Abu Dawud dan Tarmidzi)
MENGAPA ENGGAN KE MASJID?
Para sahabat menengarai orang munafik di zaman mereka dengan frekwensi absennya seseorang dari shalat jama’ah di masjid. Orang yang sering meninggalkan shalat berjama’ah di masjid tanpa udzur yang syar’i, seperti adanya rasa takut atau kondisi tidak aman, sakit, hujan sangat deras atau angin kencang, banjir, cuaca sangat gelap, menurut para sahabat dianggap sebagai munafik.
Hal ini, diperingatkan oleh Rasulullah SAW, “Barang siapa mendengar seruan adzan namun ia tidak mendatanginya maka tidak ada shalat baginya kecuali bila ada udzur.” (HR. al-Hakim)
Saat ini, yang terjadi sangat berbeda dengan yang dikehendaki oleh Rasulullah, ada yang mengaku muslim tapi sekalipun tak pernah menginjakkan kaki ke masjid, ada yang setahun sekali, paling banter seminggu sekali.
Banyak sekali alasan yang diada-adakan, seperti kesibukan kerja, atau berprinsip yang penting shalat, atau bahkan gengsi bergabung dengan orang-orang yang tidak sederajat dengannya. Untuk hal ini, takutlah pada apa yang disabdakan Rasulullah shallallahu 'alaihi wassallam, “… Sungguh betapa ingin rasanya aku memerintahkan orang-orang untuk shalat, kemudian aku memerintahkan seseorang untuk mengimami mereka. Lalu aku pergi bersama beberapa orang laki-laki dengan membawa kayu bakar menjumpai orang-orang yang tidak menghadiri shalat berjama’ah, lalu aku bakar rumah-rumah mereka dengan api.” (HR. Muslim)
--------------
Sumber Tulisan:
1. Majalah Ar-Risalah Edisi No. 36 Tahun III Juni 2004
2. Bimbingan Lengkap Shalat Berjama’ah, Dr. Shalih bin Ghanim As-Sadlan, Pustaka At-Tibyan
3. Bid’ah-bidah dalam Masjid, Muh. Jamaludin A Qasimi, Pustaka Azzam.
4. Mukhtasar Shahih Bukhari, M. Nashiruddin al-Albani, Gema Insani Press
5. Mukhtasar Shahih Muslim, Imam al-Mundziri, Pustaka Amani
6. Tarjamah Riyadhus Shalihin, Imam Nawawi di takhrij oleh M. Nashiruddin al-Albani (Duta Ilmu Surabaya)