Sabtu, 26 Juli 2008

GHAZWUL FIKRI

“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: "Sesungguhnya petunjuk ALLAH itulah petunjuk (yang benar)". Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka ALLAH tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (QS. Al-Baqarah: 120)

MUSUH ABADI

Ayat di atas seharusnya menjadikan kita sadar bahwa orang-orang beriman dan istiqomah di atas agama yang lurus ini, yaitu Islam akan selalu dibenci dan dimusuhi oleh orang-orang di luar Islam. Bahkan betapa mereka ingin menjadikan kita mengikuti milah mereka, menjadi kafir setelah beriman. Dan permusuhan mereka ini akan terus berlangsung hingga akhir zaman, mereka tak akan pernah berhenti untuk menghancurkan Islam dan umatnya yang berpegang teguh pada agamanya.

Sejak Perang Salib berlangsung mulai tahun 1095 M ada sebagian tokoh Kristen yang menilai Perang Salib merupakan cara yang tidak tepat untuk menaklukan kaum Muslim. Salah satu tokoh terkenalnya adalah Peter The Venerable atau Petrus Venerabilis (1094-1156 M). Peter adalah tokoh Misionaris pertama di dunia Islam, yang merancang bagaimana menaklukan Islam dengan pemikiran, bukan dengan senjata. Menghancurkan Islam melalui pemikiran inilah yang disebut dengan Ghazwul Fikri.

Menurut Peter Venerabilis-pada waktu itu ia adalah seorang kepala Biara Cluny, Perancis-sebuah biara yang sangat berpengaruh di Eropa abad pertengahan-kajian Islam perlu dilakukan oleh kaum Kristen, agar mereka dapat ”Membaptis Pemikiran Kaum Muslimin”. Jadi, kaum Muslimin bukan saja perlu dikalahkan dengan ekspedisi militer, melainkan juga harus dikalahkan dalam pemikiran mereka.

STRATEGI SALIBIS

Di tengah berkecamuknya Perang Salib, Peter membuat resep untuk menaklukan orang Islam: ”Muslims should not be approached as people often do, by arms, but by words, not by force, but by reason, not by hatred, but by love.” (kaum Muslim jangan didekati dengan senjata, tetapi dengan kata-kata, bukan dengan kekuatan tetapi dengan logika, bukan dengan kebencian tetapi dengan kasih).

Tetapi, dalam bukunya yang berjudul: Muhammad: a Biography of the Prophet, Karen Armstrong mencatat, bahwa ketika King Louis VII memimpin Pasukan Salib tahun 1147 M, Peter menulis surat kepadanya dan meminta membunuh sebanyak mungkin kaum Muslim.

Petrus Venerabilis mengajak orang Islam ke ’Jalan Keselamatan’
Kristen dengan cara mengalahkan pemikiran Islam. Ia berangkat dari kepercayaan Kristen bahwa di luar gereja tidak ada keselamatan (extra ecclesiam nulla sallus). Islam, menurutnya adalah sekte kafir terkutuk sekaligus berbahaya (execrable and noxious heresy), doktrin berbahaya (pestelintial doctrine), ingkar (impious) dan sekte terlaknat (a damnable sect), Muhammad SAW adalah orang jahat (an evilman).

Selain menugaskan para sarjana Kristen menerjemahkan naskah-naskah bahasa Arab ke dalam bahasa Latin, Peter juga menulis buku yang menyerang pemikiran Islam. Tentang Al-Qur’an, Peter menyatakan bahwa Al-Qur’an tidak terlepas dari para setan. Setan telah mempersiapkan Muhammad SAW, orang yang paling nista, menjadi anti-Kristus. Setan telah mengirim informan kepada Muhammad SAW, yang memiliki kitab setan (Diabolical scripture).

Strategi Peter Venerabilis ini menjadi rujukan kaum misionaris Kristen terhadap kaum Muslim, seperti Henry martin dan Raymond Lull, misalnya, menyatakan: ”Saya banyak melihat ksatria pergi ke Tanah Suci, dan berpikir mereka dapat menguasainya dengan kekuatan senjata, tetapi pada akhirnya semua hancur sebelum mereka mencapai apa yang mereka peroleh.” Lull mengeluarkan resep: ”Islam tidak dapat dikalahkan dengan darah dan air mata, tetapi dengan cinta kasih dan doa.”

Ungkapan Lull itu ditulis oleh Samuel M Zwemmer, misionaris Kristen terkenal di Timur Tengah, dalam buku Islam: A Challenge to Faith (edisi pertama tahun 1907). Buku yang berisi resep untuk ”menaklukan” dunia Islam itu disebut Zwemmer sebagai ”Beberapa kajian tentang kebutuhan dan kesempatan di dunia para pengikut Muhammad dari sudut pandang missi Kristen.”

Strategi penaklukan Islam melalui pemikiran ini kemudian dikembangkan oleh orientalis Barat. Sebagian dari mereka memang membawa semangat lama kaum misonaris, sebagian lagi melakukannya untuk kepentingan penjajahan (kolonialisme) dan sebagian lagi bermotifkan semata-mata untuk kajian ilmiah.

Program merusak pemikiran Islam itu kini masih diteruskan negara-negara Barat. Simaklah program keislaman Kedubes AS di Jakarta dalam menyebarkan paham syirik ”Pluralisme Agama” yang telah diharamkan MUI: ”Kedutaan mengirimkan sejumlah pemimpin dari 80 pesantren ke Amerika Serikat untuk mengikuti suatu program tiga minggu tentang pluralisme agama, pendidikan kewarganegaraan dan pembangunan pendidikan.” (sumber: www. usembassyjakarta.org)

Kini, setelah beratus-ratus tahun, kaum Orientalis Barat telah berhasil meraih sukses besar dalam bidang studi Islam. Bukan saja mereka berhasil mendirikan pusat- pusat studi Islam di Barat dan menerbitkan buku tentang Islam, tetapi mereka juga berhasil menghimpun literatur-literatur Islam dalam jumlah yang sangat besar.

Lebih dari itu, kini mereka telah berhasil mengkader para sarjana dari kalangan kaum Muslim untuk menyebarkan cara berpikir mereka. Dimulai dengan Program Bea Siswa bagi dosen dan mahasiswa perguruan tinggi Islam untuk pendidikan S2 dan S3 ke universitas-universitas di Barat. Orang-orang seperti ini, tentu saja sudah dicuci otaknya dan dicekoki dengan pemikiran Barat, sehingga mereka menjadi perpanjangan tangan bagi para Orentalis untuk merusak Islam.

Murid-murid atau cucu murid-murid para Orientalis inilah yang kini banyak bertengger di kampus-kampus yang berlabel Islam, yang begitu leluasa merusak Islam.

KEBERHASILAN MEREKA ADALAH KEKAKALAHAN KITA

Lihatlah, keberhasilan mereka merusak Islam, pemikiran dan keilmuan Islam.
Misalnya, JURNAL JUSTISIA dari fakultas IAIN Semarang, edisi 30/2006, yang mengusulkan agar ayat-ayat Al-Qur’an ’yang bermasalah’ dihapus saja. Menurut si penulis, di dalam Al-Qur’an ada ’ayat-ayat yang kotor’ dan ada ayat-’ayat yang bersih’. Karena itu, dia mengusulkan, agar umat Islam berani menghapus dalam artian ’mengamandemen’ ayat-ayat Al-Qur’an yang ’bermasalah’ tadi.
Adalagi, masih pada jurnal yang sama dalam edisi 25/2004, terdapat tulisan yang mendukung sepenuhnya dan mempromosikan untuk melegalisasi perzinaan sejenis, alias homoseks.

Tentu tidak habis pikir kita, bagaimana bisa pikiran sekotor itu bisa disebarkan oleh sebuah penerbitan di kampus yang berlabel Islam? Sementara, pemimpin kampus tersebut tenang-tenang saja membiarkan kampusnya dijadikan ajang merusak aqidah Islam.

Selain itu, saat ini dengan dimotori oleh JIL (Jaringan Islam Liberal) dan Universitas Paramadina berkembang pemikiran yang disebut dengan liberalisme Islam, yang menyuarakan dan memperjuangkan Pluralisme Agama (menganggap semua agama sama), sinkretisme agama (menyatukan seluruh ajaran agama), persamaan gender, perkawinan beda agama dan masih banyak paham-paham lain yang sangat dipengaruhi oleh pemikiran Orientalis.

Irene Handono menyatakan keberhasilan misonaris dalam memurtadkan Umat Islam tidak harus dengan cara mengeluarkan mereka dari Islam dan masuk Kristen. Menurutnya, biarkan mereka tetap dalam agama Islam, tetapi cara hidup mereka, budaya, cara berpikir dan lain sebagainya mengikuti milah orang Kristen.

ALLAH menyatakan bahwa, ”Mereka berkehendak memadamkan cahaya (agama) ALLAH dengan mulut (ucapan- ucapan) mereka, dan ALLAH tidak menghendaki selain menyempurnakan cahaya-NYA, walaupun orang-orang yang kafir tidak menyukai.” (QS. At-Taubah: 32)

Oleh karena itu, hendaknya kaum Muslimin janganlah lengah dan jangan berpecah belah, mari rapatkan barisan dan kokohkan ukhuwah untuk menghadapi musuh-musuh Islam yang tak pernah berhenti ingin memadamkan cahaya ALLAH. ”Berjihadlah melawan orang-orang musyrik dengan hartamu, jiwamu dan lisan-lisanmu.” (HR. Ahmad)

Sumber: Ar-Risalah no. 74 Tahun 2007