Senin, 07 Juli 2008

TAFAKUR

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190)

Seperti malam-malam sebelumnya, Bilal melangkahkan kakinya menuju rumah Rasulullah SAW. Di sana didapatinya Rasulullah SAW tengah hanyut dalam tangis, pipi Beliau digenangi lelehan air mata. “Wahai Rasulullah, kenapa engkau menangis? Bukankah semua dosamu yang lalu dan yang akan datang sudah diampuni?”, Bilal memberanikan diri bertanya. “Bilal apakah aku tidak boleh menjadi hamba yang bersyukur?’ jawab Beliau. Lalu Beliau melanjutkan, “Dan bagaimana aku tidak menangis, sedangkan malam ini turun ayat: “Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat ALLAH sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (seraya berkata): "Ya TUHAN kami, tiadalah ENGKAU menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci ENGKAU, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 190-191) Dan mereka yang tidak mengindahkan perintah berpikir ini dicela oleh ALLAH dalam berbagai ayat Al-Qur’an.

“Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan ALLAH) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya. (QS. Yusuf: 105) “Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi dan memperhatikan bagaimana akibat (yang diderita) oleh orang-orang sebelum mereka? orang-orang itu adalah lebih kuat dari mereka (sendiri) dan telah mengolah bumi (tanah) serta memakmurkannya lebih banyak dari apa yang telah mereka makmurkan. Dan telah datang kepada mereka rasul-rasul mereka dengan membawa bukti-bukti yang nyata. Maka ALLAH sekali-kali tidak berlaku zalim kepada mereka, akan tetapi merekalah yang berlaku zalim kepada diri sendiri.” (QS Ar-Rum: 9)

ANTARA FIKIR DAN DZIKIR
Para mufassir (Ahli Tafsir Al-Qur’an) menyebutkan, pikir bisa menjadi jalan yang sangat efektif dalam mengantarkan kita lebih dekat kepada ALLAH. Namun sebagaimana disebut di dalam ayat ia tidak berdiri sendiri. Ia mesti dihadirkan bersama dzikir. Jika pikir tidak hadir bersama dzikir yang terjadi adalah penyimpangan.

Dzikir dan pikir ibarat dua sisi mata uang, ia hanya laku jika keduanya ada. Keduanya akan memperkuat bashirah, mata hati yang sangat diperlukan oleh seorang muslim untuk membedakan yang baik dan buruk, yang benar dan yang keliru.

Tanpa dzikir, yang dicapai seseorang yang mengamati ciptaan ALLAH hanyalah sebatas fenomena. Ia tidak akan sampai pada nomena (hakikat) di balik fenomena yang disaksikannya.

DARI YANG SEDERHANA
Memperhatikan dan memikirkan ciptaan ALLAH tidak hanya bisa dilakukanoleh para ilmuwan yang mengadakan penelitian mendalam. Seorang petani pun bisa melakukan aktivitas pikir lalu mengambil pelajaran yang berharga darinya. Misalnya saat ia gagal dari panen, dan merasakan betapa pahit dan getirnya menuai usaha tanpa hasil. Jika ia ingat ALLAH, ingat akan amal-amalnya, pastilah ia akan sampai pada kesimpulan, betapa sedih dan menderitanya kelak jika usaha ibadah yang dilakukan selama hidup di dunia ini tidak ada nilainya sama sekali di sisi ALLAH. Dan itu bisa terjadi karena Riya’ yang tidak begitu diindahkannya.

Adapun para ilmuwan, pintu pengantar fenomena sejati terbuka luas bagi mereka. bahkan, mereka bisa membuktikan kebenaran ayat-ayat ALLAH tentang alam semesta yang pada zaman nabi belum diketahui.

Seperti bisa kita baca dalam The New Encyclopedia Britannica 1985, bahwa kapal kayu seberat 2.300 ton, Challenger, bekerja sama dengan British Admiralty dan Royal Society telah melakukan eksplorasi oseanografi pada tanggal 7 Desember 1872 hingga 26 Mei 1876. ekspedisi yang dikomandoi oleh George Strong Nores ini mengumpulkan observasi dari 362 tempat, 492 penyelidikan kedalaman dengan suara, dan 113 pengerukan. Di antara hasil-hasil yang diperoleh adalah: temperatur laut, arus laut, kedalaman, dan kontur lembah laut, selain itu juga melakukan pemetaan, survei dan penelitian biologis. Dari hasil itu diketahui adanya perbedaan ciri-ciri laut dari segi kadar garam, temperatur, jenis ikan atau binatang dan lain sebagainya.

Kemudian pada tahun 1948, diadakan lagi survey oleh kapal Challenger. Dari penelitiannya diperoleh kesimpulan baru. Bahwa perbedaan kadar garam, temperatur di atas menjadikan setiap jenis air berkelompok dengan sendirinya dalam bentuk tertentu, terpisah dari jenis air yang lain, betapapun ia mengalir jauh.

Gambar-gambar dari ruang angkasa pada akhir abad ke 20 menunjukkan dengan sangat jelas adanya batas-batas air di laut tengah yang panas dan sangat asin dengan air di samudera Atlantik yang temperatur airnya lebih dingin serta kadar garamnya lebih rendah.

Subhanallah, inilah tanda kebesaran ALLAH, sebagai bukti kebenaran ayat-ayat-NYA. Seperti yang difirmankan-NYA, “Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu, antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui masing-masing.” (QS. Ar-Rahman: 19-20)

MANFAAT
Ibnul Qayyim Al-Jauziyah berkata, bahwa “Apabila anda memperhatikan seruan ALLAH untuk tafakur, hal itu akan mengantarkan pada ilmu tentang ALLAH, tentang keesaan-NYA, sifat-sifat keagungan-NYA dan kesempurnaan-NYA, seperti qudrat, ilmu, hikmah, rahmat, ihsan, keadilan, ridha, murka, pahala dan siksa-NYA. Begitulah cara DIA memperkenalkan diri kepada hamba-hamba-NYA dan mengajak mereka untuk merenungi ayat-ayat-NYA.”
Selain itu, manfaat yang dapat diambil dari tafakur adalah:

Pertama, merasakan keagungan ALLAH dan kelemahan diri. Pengagungan akan melahirkan kecintaan, rasa takut untk mendurhakai-NYA, juga berharap hanya kepada-NYA. Sedangkan menyadari kelemahan diri akan membuat manusia inabah, mengembalikan urusan kepada ALLAH, bertawakal kepada-NYA dan menjauhkan diri dari sifat congkak dan sombong.

Kedua, setiap makhluk yang berada di muka bumi menjadi sumber inspirasi bagi manusia untuk kemaslahatan hidup duniawi dan ukhrawi. Bukankah terciptanya pesawat dan helikopter itu karena terinspirasi dari capung? Juga konstruksi bendungan yang meniru binatang berang-berang? Manusia juga mendapat pelajaran dari mujahadahnya semut, tawakalnya seekor burung dan masih banyak lagi. Setiap makhluk menjadi sumber inspirasi yang tak akan pernah kering.

Ketiga, mendorong manusia untuk bersyukur. Karena tak satupun makhluk yang diciptakan oleh ALLAH melainkan berfaedah bagi manusia. Satu contoh, andai manusia harus membayar pajak untuk penerangan matahari, berapa biaya yang harus dikeluarkan oleh manusia? Kenyataan ini melahirkan rasa syukur dan pengakuan, “Ya TUHAN kami, tiadalah ENGKAU menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali Imran: 191)

MEMIKIRKAN MAKHLUK, BUKAN KHALIK
Kita dengar nasihat Abu Darda’ berikut, “Bertafakur sesaat lebih baik daripada shalat sepanjang malam.” Tentunya berpikir yang dimaksud adalah berpikir tentang ciptaan-NYA, bukan berpikir tentang DZAT ALLAH. Seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Berpikirlah tentang makhluk dan jangan berpikir tentang AL-KHALIQ, karena kamu tidak akan samapai kepada-NYA.

Juga perbanyaklah memikirkan nikmat ALLAH yang diberikan kepada kita, niscaya kita akan menjadi hamba yang bersyukur. Sebab, dengan membanding-bandingkan nikmat ALLAH dengan ibadahnya selama ini, maka kita akan menyimpulkan sungguh tidak ada apa-apanya ibadah yang kita lakukan jika dibandingkan dengan nikmat dan karunia ALLAH kepada kita. Masih lebih banyak nikmat ALLAH, seandainya kita menghitung-hitungnya maka tiada akan terhitung seluruh nikmat yang ALLAH berikan, termasuk ibadah yang kita lakukan tersebut sebenarnya juga adalah nikmat yang ALLAH berikan.

Sumber: Ar-Risalah edisi No. 55 Tahun 2006