Rabu, 02 Juli 2008

BERANI KARENA BENAR

Umair bin Abi Waqqash mengendap-endap menuju barisan pasukan kaum muslimin. Sesaat ia tertegun memandangi kakaknya-Sa’ad- yang memergokinya, lalu ia berujar, “Aku khawatir jika Rasulullah melihatku, Beliau SAW menganggapku masih kecil, kemudian Beliau SAW menyuruhku pulang. Padahal aku ingin sekali bisa keluar berjihad. Semoga ALLAH mengaruniakan kesyahidan kepadaku.”
Menuturkan kebanggaan atas sikap adiknya, Sa’ad berkata, “Kemudian aku sendiri menyarungkan pedangnya.” Dan doa itu makbul. Didengar oleh Yang Maha Mendengar. Umair syahid di usia 16 tahun. Alhamdulillah.
Umair tidak sendiri. Bersamanya ada ribuan pemuda Islam yang berani berjuang di jalan ALLAH. Ada Zaid bin Haritsah, Zaid bin Arqam, Abu Sa’id Al-khudri, Abdullah bin Umar, Usamah, dan masih banyak lagi.
Alangkah indahnya kisah-kisah para pemberani itu. Tegang, mendebarkan sekaligus wangi. Mereka para mujahidin dan musyahidin telah berani memilih nilai dan prinsip sebagai pijakan hidup dan teguh membelanya. Sebagaimana firman ALLAH SWT, “Di antara orang-orang mukmin itu ada orang-orang yang menepati apa yang telah mereka janjikan kepada Allah; maka di antara mereka ada yang gugur. Dan di antara mereka ada (pula) yang menunggu-nunggu dan mereka tidak merobah (janjinya).” (QS. Al-Ahzab: 23)

HANYA DENGAN KEBERANIAN
Jalan Istiqomah hanya dapat dilalui oleh para pemberani. Berani menentang hawa nafsu, karena kebenaran itu umumnya berseberangan dengan hawa nafsu. Juga berani menyelisihi kesesatan meski telah mendominasi bumi.
Dakwah Islam hanya mampu dipikul oleh da’i yang menghadapi rintangan, penolakan, gangguan, celaan dan bahkan permusuhan. Maka tiada seorang Rasul pun kecuali dia seorang pemberani. Begitupun orang-orang yang melanjutkan perjuangan mereka. ALLAH menyebut mereka sebagai generasi yang mencintai ALLAH dan ALLAH pun mencintai mereka, salah satu cirinya adalah, “Wa laa yakhafuna laumata laa’im”, tidak takut celaan orang yang suka mencela. (QS. Al-Maidah: 54).
Ibnu Katsir menafsirkan, “yakni celaan orang tidak menghentikannya untuk taat kepada ALLAH, menegakkan hukum-NYA, memerangi musuh-musuh-NYA, menyeru kepada yang ma’ruf, mencegah yang mungkar, tak ada suatu apapun yang sanggup menghalangi mereka untuk berbuat seperti itu.”
Jannah hanya layak diberikan kepada orang yang berani menempuh jalan yang penuh onak dan duri, mendaki tebing yang terjal dan curam. Karena jannah tertutup oleh dengan berbagai hal yang tidak menyenangkan.
Alangkah indah nasihat Ali bin Abi Thalib, “Ada enam hal, apabila terdapat pada diri sesorang maka dia betul-betul memburu jannah dan lari dari neraka. Yakni orang yang mengenal ALLAH, mengenal kebenaran lalu mengikutinya, mengenal jannah lalu antusias mengejarnya, mengenal setan lalu memusuhinya, mengenal dunia lalu zuhud daripadanya, an mengenal neraka lalu menjauhinya.
Betapa banyak orang yang telah mengenal ALLAH, namun berat untuk taat kepada-NYA. Takut sedikit temannya, takut kehormatannya jatuh di mata orang, takut kecaman orang, takut terkurangi harta bendanya.

MENJADI KUAT DAN BERANI
Dalam pandangan Islam seorang mukmin itu hanya ada dua jenis, Qowiy (kuat) atau dha’if (lemah). Dan ALLAH lebih mencintai mukmin yang kuat daripada yang lemah. Kuat yang dimaksud adalah orang yang kuat dalam berpegang teguh kepada tali ALLAH dan tujuan utamanya adalah kehidupan akhirat. Orang kuat seperti inilah yang berani dan mampu menghadapi ujian terberat, berani menanggung susahnya hidup, pedihnya perjuangan dan segala resiko duniawi saat melaksanakan perintah ALLAH dan Rasul-NYA.
Untuk menjadi kuat dan berani itu harus memiliki beberapa hal, seperti tersebut di bawah ini:
 Adanya Kekuatan Ilmu
Dengan ilmu yang memadai akan tersedia kemampuan untuk mengetahui kebenaran sesuatu hal. Ini akan mendorong seseorang berani berbuat, dengan data yang memadai dia berani mengambil keputusan dan menanggung resiko dari perbuatannya. Orang yang mengetahui bahwa setiap infaq yang dikeluarkan di jalan ALLAH akan mendapatkan balasan serupa sebutir benih yang ditanam kemudian tumbuh menjadi tujuh tangkai yang setiap tangkainya terdapat seratus bulir, maka ia tidak akan takut mengeluarkan hartanya sebanyak mungkin di jalan ALLAH. Jadi semakin berilmu seseorang kemungkinan keberaniannya semakin kuat. Juga sebaliknya semakin bodoh seseorang makin takut untuk berbuat.
 Kebersihan Tauhid
Karena kalimat La ilaha illallah yang benar-benar difahami dengan kebersihan dan kejujuran hati, akan membuat manusia menjadi berani. Ketakutan yang membuat manusia jadi pengecut, secara umumkarena dua hal, cinta kepada diri sendiri, harta dan keluarga serta keyakinan akan adanya sesuatu yang dapat membahayakan dan mematikan manusia. Kebersihan tauhid akan menjadikan manusia bertawakal, berdoa, takut dan berharap hanya kepada ALLAH. Membuatnya siap menghadapi berbagai resiko, sebab dia menyakini keesaan ALLAH. Apapun yang nanti dihadapinya, ia yakin adalah pilihan ALLAH baginya dan dia ridho atas ketentuan ALLAH. Sehingga segala hal selain ALLAH tidak mampu membuatnya takut dan lari; pasukan pendosa, pedang terhunus, ledakan bom apalagi hanya sekedar caci maki manusia bodoh. Alangkah beraninya orang yang beriman itu.
 Melaksanakan Berbagai Ibadah
Amal ibadah akan membentuk rasa (dzauq) hati. Hati akan menyukai kebenaran dan kebaikan, juga akan menyalakan kegelisahan saat diri cenderung kepada dosa dan maksiat. Makin bersih hati makin berani seseorang dalam bertindak, membela keyakinan dan teguh dalam kebenaran.
 Menjauhi Dosa dan Maksiat
Adapun dosa dan maksiat keduanya meracuni dan menyakiti bahkan mematikan hati, juga melemahkan keinginan untuk berbuat baik. Ibnul Qayyim berkata, “Hati itu berjalan menuju ALLAH dengan kekuatannya. Maka jika ia sakit karena dosa, melemahlah kekuatannya.

INDIKATOR KEBERANIAN
Seorang yang berani itu mempunyai tanda-tanda, yaitu:
 Berani Berkeyakinan
Keberanian dalam berkeyakinan, meyakini kebenaran Islam dan semua yang diajarkan oleh Rasulullah SAW, tidak bisa ditawar-tawar dan tidak ada keringanan. Lihatlah Bilal bin Rabah yang mengatakan, “Ahad..Ahad..” ditengah teriknya panas matahari dan panasnya padang pasir, dibawah tindihan batu panas dan deraan siksaan kaum Quraisy. Hatinya tetap teguh berkeyakinan.
 Berani Berkata
Keberanian berkata dimulai dari keberanian mengikrarkan bahwa tiada yang berhak diibadahi selain ALLAH dan bahwa dalam beribadah tersebut hanya mengikuti cara yang telah diajarkan oleh Rasulullah SAW. Saksikanlah bagaimana Abu Dzar dengan berani mengikrarkan Kalimat Tauhid ditengah-tengah kaum musyrikin Quraisy yang sangat bengis. Dia dipukuli hingga babak belur dan tidak sadarkan diri. Tapi tidak membuat surut keberaniannya untuk bersuara lantang menyatakan kebenaran, hal itu sampai tiga hari berturut-turut dilakukannya dan terus-menerus mendapatkan pukulan hingga tak sadarkan diri. Bila bukan karena dicegah oleh Rasulullah SAW, dia akan terus bersuara dengan penuh keberanian.
 Berani Berbuat
Seperti para sahabat yang turut serta dalam perang badar, meski mereka tahu bahwa jumlah mereka kurang dari sepertiga jumlah kekuatan musuh. Dalam berbagai riwayat pasukan musyrikin Quraisy berkekuatan lebih seribu orang, bersenjata lengkap dan perbekalan penuh. Sedang kaum muslimin kurang dari tiga ratus orang, dengan senjata minim dan perbekalan kurang memadai. Hal itu tidak menyurutkan keberanian mereka palagi membuat mereka mundur dan lari. Apa yang ada di benak mereka?
Mereka yakin, jika mereka melaksanakan perintah ALLAH dengan sebaik-baiknya ALLAH tidak akan menyia-nyiakan hidup mereka. Mereka pun tahu bila mereka terbunuh di medan laga, itu merupakan anugerah teragung bagi mereka dan bila mereka hidup maka kemuliaanlah yang akan mereka dapatkan.
Seperti merekalah kita seharusnya. Memiliki keberanian dalam melaksanakan perintah ALLAH dan siap menanggung segala resikonya. Bagi seorang pemberani sejati, apalah artinya seluruh beban berat dan resiko duniawi yang tiada sebanding dengan secuil nikmat abadi di Firdaus kelak.
Semoga ALLAh menjadikan kita pemberani yang kuat dan bukan menjadi pengecut.
“Allahumma innii a’udzubika minal ‘ajzi wal kasali waljubni wal bukhli wal harami, wa a’udzubika min adzabil qabri, wa ‘audzubika min fitnatil mahyaa wal mamaati.”
Artinya: “Ya ALLAH aku berlindung kepada-MU dari sikap lemah, malas, pengecut, bakhil, serta pikun. Dan aku berlindung kepada-MU dari adzab kubur, dan aku berlindung kepada-MU dari fitnah kehidupan dan kematian.” (HR. Bukhari).
Wallahul Musata’an.