Rabu, 25 Juni 2008

Bahaya Mengingkari Sunnah

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada ALLAH. Sesungguhnya ALLAH amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr: 7)

Al-Hasan berkata, “Tatkala Imran Bin Hushain berbicara dengan dasar sunnah Nabi SAW, tiba-tiba seorang laki-laki berkata kepadanya, ‘Hai Abu Najd, berbicaralah kepada kami dengan Al-Qur’an!’ Maka Imran menjawab, ‘Engkau dan teman-temanmu membaca Al-Qur’an, apakah engkau bisa berbicara (menerangkan) kepadaku tentang shalat beserta isi dan batasan-batasannya? Apakah engkau dapat berbicara(menerangkan) kepadaku tentang zakat emas, unta, sapi dan kelompok-kelompok harta lainnya? Sungguh aku telah menyaksikannya sementara engkau tidak.’ Kemudian dia berkata, ‘Rasulullah SAW mewajibkan kita dalam masalah zakat demikian dan demikian.’ Maka laki-laki tadi berkata, ‘Engkau telah menghidupkanku, semoga ALLAH menghidupkanmu.’

Kedudukan Sunnah Rasul di dalam Islam
Sesungguhnya Kitab ALLAH (Al-Qur’an) dan Sunnah Rasulullah SAW (Al-Hadits) merupakan sumber pokok bagi Islam. Untuk mengetahui aqidah, hukum, ibadah, muamalat serta perkara-perkara kehidupan dunia dan akhiratnya, umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari keduanya.
Al-Qur’an menetapkan sunnah (hadits) Rasulullah SAW sebagai dasar hukum (Lihat QS. Al-Ahzaab: 36), yang berfungsi menjelaskan Al-Qur’an (Lihat QS. Al-Hasyr: 7) dan tidak diragukan lagi seluruh kalam Rasulullah SAW yang berkaitan dengan agama adalah wahyu (Lihat QS. Al-An’aam: 50). Sunnah rasul adalah salah satu dari dua sumber syariat, yang bagi siapa berpegang teguh kepadanya, dijamin selamat di dunia dan akhirat, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah SAW, “Aku tinggalkan kepadamu dua perkara, yang kamu tidak akan tersesat selama kamu berpegang teguh kepadanya. Yakni, Kitab ALLAH dan Sunnahku. Dan keduanya tidak akan berpisah hingga aku mendapatinya di (haudh) surga.” (HR. Al-Hakim)
Dengan Kitab ALLAH (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi (Al-Hadits) ini, ALLAH memberi petunjuk kepada manusia dan mengeluarkannya dari kegelapan menuju alam yang terang benderang (Islam), sehingga jelas yang halal dan yang haram serta yang haq dan yang bathil. Tiada jalan lain yang dapat mengantarkan manusia menuju keselamatan yang hakiki bagi kehidupan di dunia dan akhirat.
Rasulullah SAW adalah seorang penyampai yang jujur bagi risalah RABB semesta alam kepada hamba-hamba-NYA, serta penafsir terpercaya bagi Kitab ALLAH di hadapan makhluk. Beliau SAW adalah sumber satu-satunya untuk mengetahui aqidah, hukum dan perundang-undangan. Oleh karena itu, umat Islam wajib untuk mengikuti Rasulullah SAW.
Kedudukan Sunnah Rasul ditegaskan ALLAH di dalam Al-Qur’an sekitar 40 tempat, dengan gaya bahasa dan sudut pandang yang berlainan. Di antaranya:
 ALLAH menempatkan ketaatan kepada Rasul-NYA sejajar dengan ketaatan kepada-NYA. Dalam firman-NYA, “Dan taatilah ALLAH dan Rasul, supaya kamu diberi rahmat.” (QS. Ali Imraan: 132)
 ALLAH menetapkan bahwa taat kepada Rasul-NYA berarti taat kepada-NYA, dan meneladani beliau SAW adalah manifestasi dari rasa cinta kepada-NYA. Firman ALLAH, “Barangsiapa yang mentaati Rasul itu, sesungguhnya ia telah mentaati ALLAH.” (QS. An-Nisaa’: 80) dan “Katakanlah: "Jika kamu (benar-benar) mencintai ALLAH, ikutilah aku, niscaya ALLAH mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu." ALLAH Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Ali Imraan: 31)
 ALLAH memerintahkan untuk mengikuti Rasulullah SAW dalam setiap perintah dan larangannya, “Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah. Dan bertakwalah kepada ALLAH. Sesungguhnya ALLAH amat keras hukumannya.” (QS. Al-Hasyr: 7)
 ALLAH memerintahkan kembali kepada Al-kitab dan As-Sunnah ketika terjadi perselisihan, “Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada ALLAH (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada ALLAH dan hari kemudian.” (QS. An-Nisaa’: 59)
 ALLAH memperingatkan kepada kita agar tidak menentang perintah Rasul-NYA, karena hal itu akan mendatang adzab dan menjadikan kita kafir, “Maka hendaklah orang-orang yang menyalahi perintah Rasul takut akan ditimpa cobaan atau ditimpa azab yang pedih” (QS. An-Nuur: 63) dan “Katakanlah: "Ta'atilah ALLAH dan Rasul-NYA; jika kamu berpaling, maka sesungguhnya ALLAH tidak menyukai orang-orang kafir." (QS. Ali imraan: 32)
 ALLAH tidak memperbolehkan orang-orang mukmin untuk menentang perintah-perintah Rasul SAW, “Dan tidaklah patut bagi laki-laki yang mukmin dan tidak (pula) bagi perempuan yang mukmin, apabila ALLAH dan Rasul-NYA telah menetapkan suatu ketetapan, akan ada bagi mereka pilihan (yang lain) tentang urusan mereka. Dan barangsiapa mendurhakai Allah dan Rasul-NYA maka sungguhlah dia telah sesat, sesat yang nyata.” (QS. Al-Ahzaab: 36)

Fenomena Saat Ini
Kondisi umat Islam saat ini menunjukkan gejala telah kurang perhatiannya terhadap sunnah Rasulullah SAW, sehingga banyak yang tidak dapat lagi membedakan yang mana sunnah dan mana yang bid’ah. Padahal kunci keselamatan hidup umat Islam ini adalah memurnikan ketaatan kepada ALLAH dan berpegang teguh pada ajaran Rasulullah dengan mengikuti segala yang diperintahkan dan menjauhi apa yang telah dilarangnya.
Sikap kelompok penentang sunnah saat ini dapat dikelompokkan sebagai berikut:
 Kelompok Yang Menolak Sunnah atau Ingkar Sunnah
Kelompok ini meragukan dan menolak baik seluruh atau sebagian Sunnah Rasulullah SAW, sekalipun sunnah (hadits) tersebut jelas keshahihannya. Dengan berbagai alasan mereka menolak dan meremehkan Sunnah. Seperti Khawarij yang hanya mau menerima Al-Qur’an sebagai satu-satunya hukum dalam Islam atau kelompok Mu’tazilah yang lebih mengutamakan akal, Syi’ah yang hanya mau menerima hadits dari jalur periwayatan Imam Ali dan pengikutnya dan menolak selain itu. Dan yang terbaru adalah kelompok JIL (Jaringan Islam Liberal) yang dimotori oleh Ulil Abshar Abdala dan kawan-kawan. Mereka ini ‘Selangkah Lebih Nekat’ dalam menolak Sunnah Rasulullah sebagai hukum Islam, mereka lebih mengagung-agungkan ‘Pemikiran Barat’ sebagai dasar mereka beragama.
 Kelompok yang Mengamalkan Sunnah, Tapi Hanya Yang Sesuai Dengan Madzhabnya.
Kelompok ini terkadang banyak mengetahui dan mempelajari hadits, tetapi bukan untuk mereka amalkan, melainkan hanya untuk membenarkan pendapat madzhab mereka saja. Dan seandainya mereka mendapati ada hadits yang bertentangan dengan madzhab mereka, maka mereka setengah mati berusaha untuk mentakwilkannya dan apabila mereka tidak sanggup mentakwilkannya mereka berkata, “Imam kami lebih mengetahui hal ini.” Dan kemudian menolaknya.
 Kelompok Yang Mengamalkan Sunnah (Hadits) Yang Lemah (dha’if).
Kelompok ini mengamalkan sunnah Rasulullah SAW, tetapi karena kurang ketelitian atau kurang minatnya untuk mengetahui hadits-hadits yang shahih, sehingga terjadilah mereka mengamalkan hadits dha’if. Padahal dalam urusan ibadah para ulama bersepakat, bahwa hadits dha’if tidak dapat dijadikan sebagai hujjah.
 Kelompok Pemalsu Hadits.
Ada sebagian orang atau kelompok yang karena didorong oleh berbagai kepentingan dan hawa nafsunya menghalalkan segala cara, bahkan berani memalsukan hadits. Apakah mereka tidak tahu ancaman dari Rasulullah SAW, “Barangsiapa dengan sengaja berdusta dalam hadits-haditsku, hendaklah ia menempatkan dirinya dalam neraka.” (HR. Ashabus Sunan dan Ashabus Shahah)

Sumber Tulisan: Bahaya Mengingkari Sunnah, Shalahuddin Maqbul Ahmad, Pustaka Azzam