Kamis, 26 Juni 2008

Ke Dukun?! Katakan Tidak!!

“Barangsiapa mendatangi arraf (tukang ramal) atau dukun, lalu ia membenarkan apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad SAW.” (HR. Turmudzi)

Kita lihat sebagian masyarakat masih suka mendatangi dukun. Yang di KTP mereka jelas tertulis agamanya adalah Islam, tetapi mungkin karena ketidaktahuan atau keterpaksaan atau karena tidak mau tahu, menyebabkan mereka masih menjadikan dukun sebagai solusi dari berbagai permasalahan yang mereka hadapi. Mereka menganggap dukun adalah orang yang dapat memenuhi harapan-harapan mereka.
Mereka yang mendatangi dukun itu, sebagian karena dagangan ingin laris. Karena sakit yang telah lama belum sembuh. Ada yang ingin kaya. Yang ingin naik pangkat. Yang ingin dapat jodoh. Dan masih banyak lagi alasan dan motif mereka ke dukun.
Mereka yang mendatangi dukun ini pun berasal dari berbagai golongan. Dari segi pendidikan, ternyata juga banyak dari dari mereka yang telah berpendidikan tinggi, masih juga mendatangi dukun. Dari segi ekonomi, juga bukan hanya orang golongan ekonomi bawah yang mendatangi dukun, tetapi termasuk golongan menengah ke atas. Bahkan bukan rahasia kalau ada para pejabat, artis atau orang kaya yang menjadikan dukun atau paranormal atau orang pintar atau apapun sebutannya, sebagai guru spiritual mereka. Mereka rajin sowan kesana untuk meminta ‘petunjuk’ atau pertolongan.
Perdukunan ini pun sekarang makin marak. Karena iklan mengenai jasa perdukunan dapat ditemui di berbagai media cetak. Bahkan di TV juga menjamur acara seputar dunia perdukunan, mistik dan klenik ini. Dengan gencarnya berbagai propaganda dan iklan-iklan di berbagai media ini menyebabkan kaburnya pandangan masyarakat terhadap perdukunan. Sehingga apabila dibiarkan dapat merusak aqidah umat Islam.
Setali Tiga Uang
Apapun sebutan dan penampilan dari dukun, maka tetap saja dukun. Entah itu di sebut orang pintar, paranormal, kiyai, orang tua, atau tabib atau apa saja, mereka itu tetap dukun.
Dukun didefinisikan sebagai orang yang mengetahui dan menguasai hal-hal yang ghaib, yaitu mengetahui hal-hal yang belum terjadi atau sudah terjadi. Dan dengan kemampuannya itu ia dapat membantu menyembuhkan orang yang sakit, mencari barang yang hilang, melakukan sihir (berupa pelet, guna-guna, santet dan sebagainya), atau memiliki berbagai kesaktian, seperti kebal, bisa menghilang dan sebagainya. Dan berbagai kemampuan lainnya yag berkaitan dengan dunia ghaib.
Dan dalam prakteknya dukun menggunakan media-media klenik, berupa benda-benda pusaka, seperti keris, batu, kayu atau benda-benda lain yang dianggap mempunyai kekuatan ghaib. Atau media lain berupa menyembelih binatang, misal ayam, atau kambing dan sebagainya.
Selain itu, sang dukun juga meminta ‘sesaji’ sebagai syarat yang harus dipenuhi oleh si empunya hajat. Sesaji ini dapat berupa jeruk nipis, kembang setaman, minyak wangi dan sebagainya.
Jadi walaupun sang dukun berpenampilan seperti Ustad, tetapi melakukan praktek seperti tersebut di atas, maka dia adalah dukun. Walaupun yang dibacanya sebagian adalah Al-Qur’an, tapi dapat dipastikan dia juga menyebut nama-nama selain ALLAH dan meminta pertolongan kepada selain ALLAH.

Syirik
Fenomena di atas sungguh sangat menyedihkan. Karena pelakunya adalah kaum mukmin yang di wajibkan memegang Tauhid dan menjauhi syirik sebagai prinsip iman dan aqidahnya.
Dalam Islam, mendatangi dukun adalah perbuatan yang menjadikan pelakunya berbuat syirik kepada ALLAH dan merupakan sebesar-besarnya dosa.
ALLAH telah berfirman, “Sesungguhnya ALLAH tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan ALLAH, Maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)
Ibnu Katsir menjelaskan, bahwa ALLAH tidak mengampuni dosa syirik, dalam arti tidak mengampuni seorang hamba yang menjumpai-NYA (mati) dalam keadaan musyrik.
Dari Ibnu Mas’ud, ia berkata, aku bertanya: “Ya Rasulullah, dosa apakah yang paling besar?” Rasulullah SAW bersabda, “Engkau menjadikan tandingan bagi ALLAH, padahal DIA-lah yang telah menciptakanmu.” (HR. Bukhari-Muslim)

Hukum Mendatangi Dukun
Mendatangi dukun itu mempunyai beberapa akibat bagi pelakunya, yaitu:
1. Menjadi kafir.
• Berdasarkan hadits, Dari Abu Hurairah, “Barangsiapa mendatangi arraf (tukang ramal) atau dukun, lalu ia membenarkan apa yang dikatakannya, maka ia telah kafir terhadap apa yang diturunkan kepada Muhammad.” (HR. Turmudzi, Ahmad dan Ibnu Majah, Shahih)
• Dari Imran bin Hushain, “Tidak termasuk golongan kami orang yang meramal atau minta diramal, atau melakukan praktek perdukunan atau minta ditangani dukun, menyihir atau minta disihirkan. Barangsiapa mendatangi dukun lalu mempercayai apa yang dikatakannya, maka ia benar-benar kafir terhadap wahyu yang diturunkan kepada Muhammad SAW.” (HR. Al-Bazzar)
2. Shalatnya Tidak Diterima
Berdasarkan hadits dari Hafshah, “Barangsiapa mendatangi tukang ramal dan menanyakan kepadanya tentang sesuatu, lalu ia membenarkan apa yang dikatakannya, maka shalatnya tidak diterima.” (HR. Muslim)
3. Kekal Di Neraka
• “Sesungguhnya ALLAH tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni segala dosa yang selain dari (syirik) itu, bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan ALLAH, maka sungguh ia telah berbuat dosa yang besar.” (QS. An-Nisa: 48)
• “Sesungguhnya ALLAH tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu) dengan Dia, dan dia mengampuni dosa yang selain syirik bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barangsiapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan ALLAH, maka sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya.” (QS. An-Nisa: 116)
• “Barangsiapa yang mati dalam keadaan menyekutukan ALLAH dengan sesuatu, pasti masuk neraka.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, wajib bagi seorang mukmin menjadikan ALLAH hanya sebagai satu-satunya tempat menyembah dan memohon pertolongan “Hanya ENGKAU-lah yang kami sembah, dan hanya kepada ENGKAU-lah kami meminta pertolongan.” (QS. Al-Fatihah: 5) dan kepada-NYA jualah bertawakkal, ALLAH berfirman: “Katakanlah: “Cukuplah ALLAH bagiku." Kepada- NYA-lah bertawakkal orang-orang yang berserah diri.” (QS. Az-Zumar: 38)