Rabu, 25 Juni 2008

TUJUAN HIDUP MANUSIA



Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya KAMI menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada KAMI? (Al-Mukminun: 115)

Ada pertanyaan mendasar dan sangat penting yang harus diajukan setiap orang pada dirinya sendiri, kapan dan dimanapun dia berada, tidak hanya satu pertanyaan, tapi beberapa pertanyaan. Diantaranya:
“Mengapa aku hidup…?” “Apa tugas dan kepentingan hakiki adanya aku di dunia…?” “Lalu kemana aku akan kembali setelah kehidupan ini …?
Ya, masing-masing harus bisa menjawab pertanyaan ini dengan cermat dan jelas. Karena jawaban tersebut menjadi dasar pijakannya menjalankan aktifitas selama hidup di dunia, parameter jauh dekatnya kepada dosa serta menjadi tolok ukur seberapa besarnya kebahagiaan dan ketenangan yang dia rasakan.
Adapun kita, sebagai umat Islam-segala puji bagi ALLAH- telah mendapatkan jawabannya dari Kitab ALLAH dan Sunnah Rasul-NYA. ALLAH berfirman, “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama ALLAH; (tetaplah atas) fitrah ALLAH yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada peubahan pada fitrah ALLAH. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidak mengetahui.” (QS. Ar-Ruum: 30)
Adapun tugas pokok manusia juga telah dijelaskan ALLAH dalam Firman-NYA, “Dan AKU tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-KU. AKU tidak menghendaki rezki sedikitpun dari mereka dan AKU tidak menghendaki supaya mereka memberi-KU makan. Sesungguhnya ALLAH DIA-lah Maha Pemberi Rezki yang mempunyai Kekuatan lagi Sangat Kokoh.” (QS. Adz-Dzariyat: 56-58)
Sedangkan tempat kembali yang akan dijumpai setiap manusia setelah menjalani kehidupan manusia sudah jelas dan gamblang. ALLAH berfirman, “Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya KAMI menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada KAMIi?” (QS. Al-Mukminun: 115)
“Apakah manusia mengira, bahwa ia akan dibiarkan begitu saja (tanpa pertanggung jawaban)?” (QS. Al-Qiyamah: 36)

HAKIKAT
Dari sini, jelaslah bagi kita bahwa diadakannya manusia di dalam kehidupan ini bukanlah sekedar iseng, manusia tidak dibiarkan begitu saja. ALLAH menciptakan manusia tidak sekedar untuk menikmati makanan dan minuman, bersenda gurau dan bermain-main, seperti yang dikatakan orang-orang, berjalan di atas tanah, makan dari apa yang keluar dari tanah dan akhirnya akan kembali menjadi tanah, setelah itu semua urusan selesai.
Sekali-kali tidak, ALLAH menciptakan manusia untuk mengemban tugas dan misi besar, yang langit dan bumi yang begitu besar tidak berani memikulnya, sedangkan manusia berani menerima. ALLAH berfirman, “Sesungguhnya KAMI telah mengemukakan amanah kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (QS. Al-Ahzab: 72)

IBADAH
Jadi tugas utama manusia adalah beribadah kepada ALLAH, mentaati-NYA dan menjalankan misi khilafah di muka bumi.
Akan tetapi, apa definisi ibadah yang menjadi tujuan penciptaan manusia itu? Definisi ibadah dalam Islam universal dan komprehensif (menyeluruh), tidak terbatas pada syiar-syiar Islam tertentu, atau ibadah khusus atau dzikir-dzikir khusus.
Definisi ibadah yang benar dalam Islam adalah meliputi:
Pertama: menunaikan ibadah-ibadah wajib dan rukun-rukun yang zhahir seperti shalat, puasa, zakat, haji dan yang lain.
Kedua: tambahan dari hal-hal yang wajib berupa ibadah-ibadah sunnah, seperti dzikir, membaca Al-Qur’an, istighfar, tasbih, tahlil, takbir dan sebagainya.
Ketiga: bermuamalah dengan baik antar sesama dan menunaikan hak-hak sesama hamba, seperti berbakti kepada kedua orang tua, menjalin silaturrahmi, berbuat baik kepada anak yatim, fakir miskin, dan ibnu sabil, berempati kepada kaum lemah serta menyayangi binatang.
Keempat: ibadah juga mencakup urusan akhlak dan perilaku utama yang mesti dimiliki manusia seluruhnya, seperti jujur, amanah, menepati janji dan perilaku-perilaku terpuji lainnya.
Kelima: Ibadah juga mencakup keharusan mencintai ALLAH dan Rasul-NYA, takut dan kembali kepada ALLAH, memurnikan agama, menjalankan hukum, mensyukuri nikmat, ridho terhadap takdir-NYA dan berserah diri kepada-NYA serta selalu opimis terhadap rahmat dan takut akan azab-NYA. Bahkan makan, minum, bicara dan bekerja mencari nafkah juga bernilai ibadah yang berfungsi untuk mendekatkan diri kepada ALLAH apabila diiringi niat baik dan murni karena ALLAH semata.
ALLAH berfirman, “Katakanlah: Sesungguhnya sembahyangku, ibadatku, hidupku dan matiku hanyalah untuk ALLAH, TUHAN semesta alam. Tiada sekutu bagi-NYA; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada ALLAH).”
Jadi seorang Muslim senantiasa merealisasikan ibadah kepada RABB-nya di manapun ia berada dan dalam kondisi apapun. Ia mendapatkan pahala dalam setiap gerak dan diamnya, ucapan dan perbuatannya, ketika merasa dan meraba, selagi semua tidak keluar dari konteks ketaatan kepada ALLAH dan mengharap ridho-NYA. Bilamana seorang Muslim memahami misi ‘ubudiyah (penghambaan) ini dengan benar dan memahaminya dengan sempurna, maka ia akan mengambil posisi yang jauh dengan dosa. Berbeda seratus persen dengan orang yang tidak tahu menahu akan tujuan eksistensi dirinya dalam kehidupan ini, atau sedikit tahu namun tidak mengindahkannya.

Sumber: Agar Tak Terjerumus Dosa, Al Ili’daan, Tibyan