Semalaman Umar bin Abdul Aziz mengurus jenazah khalifah sebelumnya, Sulaiman bin Abdul Malik. Pagi harinya sibuk dengan pelantikan dan sambutan yang beliau sampaikan sebagai khalifah yang baru. Sejurus kemudian, disaat tenaga telah terkuras, lelah dan lesu mencapai puncaknya dia masuk kamar sekedar ingin merebahkan tubuhnya barang sejenak. Akan tetapi, belum lagi lurus punggungnya di tempat tidur, tiba-tiba datanglah putra beliau Abdul Malik yang baru berusia 17 tahun dan berkata, “Apa yang ingin anda lakukan ini wahai Amirul Mukminin?” Beliau berkata, “Wahai anakku, aku ingin memejamkan mata barang sejenak karena sudah tidak ada lagi tenaga yang tersisa.” Abdul Malik berkata, “Apakah anda hendak tidur sebelum mengembalikan hak-hak orang yang dizhalimi wahai Amirul Mukminin?” Beliau berkata, “Aku telah begadang semalaman untuk mengurus pemakaman pamanmu Sulaiman, nanti jika telah datang waktu dzuhur aku akan shalat bersama manusia dan akan aku kembalikan hak yang dizhalimi kepada pemiliknya, insyaALLAH.” Abul Malik berkata, “Siapa yang menjamin bahwa anda masih hidup hingga datang waktu dzuhur wahai Amirul Mukminin?”
Kata-kata ini langsung menggugah semangat Umar bin Abdul Aziz. Seketika hilang rasa kantuknya, kembali semua kekuatan dan tekad pada jasad yang telah lalu. Beliau berkata, “Mendekatlah engkau, Nak!” lalu mendekatlah sang putra lalu beliau merangkul dan mencium keningnya sembari berkata, “Segala puji bagi ALLAH yang telah mengeluarkan dari tulang sulbiku seorang anak yang dapat membantu melaksanakan agamaku.”
Sungguh gambaran pemuda yang sangat cerdas. Memang, tak ada yang menjamin umur manusia masih bertahan sehari, satu jam atau bahkan satu menit. Dan jika ajal manusia telah datang, tak ada yang dia sesali selain kebaikan yang terlewatkan, kesempatan yang tak dia manfaatkan. Tiada angan-angan orang yang berada diujung kematiannya selain dikembalikan ke dunia (diundurkan kematiannya) lalu dia akan memperbaiki amalnya.
Di saat datang sakaratul maut, orang yang melewatkan kesempatan berbuat baik akan berkata: “Hingga apabila datang kematian kepada seorang diantara mereka, dia berkata: “Ya Rabbku kembalikanlah aku (ke dunia), agar aku berbuat amal saleh terhadap yang telah aku tinggalkan.” (QS.Al-Mukminun: 99)
Begitu pula keadaan dia ketika dia berada di liang kuburnya. Abu Hurairah menuturkan : “Jika dia diletakkan dikuburnya lalu diperlihatkan tempatnya di neraka, maka dia akan berkata: “Ya Rabbku, kembalikanlah aku ke dunia, niscaya aku akan bertaubat dan beramal shalih.” Lalu dikatakan kepadanya: “Engkau pernah mendapatkan kesempatan.” Lalu kuburnya dipersempit untuknya.”
Penyesalan semakin kuat di saat dia merasakan pedihnya siksa neraka. ALLAH menceritakan penyesalan dan angan-angan mereka: “Dan mereka berteriak di dalam neraka itu: “Wahai Rabb kami, keluarkanlah kami niscaya kami akan mengerjakan amal shalih berlainan dengan yang telah kami kerjakan”. Dan apakah kami tidak memanjangkan umurmu dalam masa yang cukup untuk berpikir bagi orang yang mau berpikir, dan (apakah tidak) datang kepada kamu pemberi peringatan? Maka rasakanlah (azab kami) dan tidak ada bagi orang-orang yang zalim seorang penolongpun.”(QS. Fathir: 37)
Begitulah, kerugian akhirat akan dipetik oleh orang yang suka menunda kebaikan, setelah dia mengenyam kerugiannya di dunia. Segala jenis kebaikan tidak berpihak kepada orang yang suka menunda.
BEKAL UTAMA ORANG BODOH
Salah satu kebaikan adalah ilmu yang bermanfaat. Dengannya derajat manusia akan ditinggikan. Keutamaannya dibanding ahli ibadah (yang bukan ahli ilmu) seperti keutamaan bulan di atas bintang. Pahala selalu mengalir bagi orang yang mengajarkan ilmu tersebut kepada orang lain. Dia tercatat seperti orang yang beramal selagi orang lain beramal karena ilmu yang diajarkannya, meskipun dia telah terkubur di dalam tanah.
Derajat ulama tidak akan mampu disandang oleh orang yang berleha-leha dan membuang percuma waktu dan umurnya. Imam Syafi’i pernah ditanya, “ dari mana anda mendapatkan seluruh ilmu yang anda miliki ini?” Beliau menjawab, “Tanpa berleha-leha, mengembara ke penjuru negeri, dengan bersabar seperti kesabaran himar dan berpagi-pagi mencarinya seperti paginya ayam jantan berkokok.”
Orang yang melewatkan kesempatan mudanya untuk belajar, kelak dia menyesalinya ketika melihat orang sebaya dengannya jauh meninggalkan dirinya dalam hal ilmu. Seperti kata seorang ahli hikmah: “Jika anda tidak ikut menanam benih, kelak akan menyesal di saat melihat orang-orang memanen hasilnya.”
Maka jika tak ingin menjadi bodoh, jangan tunda lagi kesempatan Thalabul ‘Ilmi.
MENUNDA AMAL
Penyesalan yang dialami oleh kebanyakan manusia yang bangkrut di akhirat adalah karena menunda amal, hingga hilanglah kesempatan baginya untuk beramal shalih. ALLAH SWT berfirman : “Dan belanjakanlah sebagian dari apa yang telah kami berikan kepadamu sebelum datang kematian kepada salah seorang diantara kamu, lalu ia berkata : “Ya Rabbku, mengapa Engkau tidak menangguhkan (kematian) ku sampai waktu yang dekat, yang menyebabkan aku dapat bersedekah dan aku termasuk orang-orang yang saleh?”
Betapa banyak orang yang menunda amal baiknya lalu kondisi menghalanginya. Mungkin karena iradah (kemauan) yang semakin surut, karena sakit, terlalu banyak kesibukan lain, sudah terlanjur pikun atau bahkan ajal telah lebih dulu mendatanginya. Alangkah indah nasihat Ibnu Umar: “Jika di waktu sore, maka janganlah menunggu datangnya pagi, jika diwaktu pagi jangan menunggu datangnya petang. Gunakan waktu sehatmu sebelum datang sakitmu, gunakan kesempatan hidupmu sebelum kematian.”
JANGAN KATAKAN NANTI
Karena kesempatan tak selalu datang dua kali. Jika anda tidak mengambilnya, akan hilanglah kesempatan untuk mengamalkannya. Banyak alasan mengapa orang merasa tenang-tenang saja bermaksiat kepada ALLAH SWT. Satu di antaranya karena merasa kelak ada waktu untuk bertobat. Dia ingin sekiranya dapat melampiaskan sepanjang umurnya kecuali beberapa hari saja menjelang ajalnya akan dia gunakan untuk bertaubat. Inilah orang yang terpedaya oleh syahwat yang menjadi majikannya.
Karena dia tidak tahu kapankah ajalnya akan tiba. Dan umumnya angan-angan manusia melebihi batas ajalnya. Dia ingin hidup seratus tahun, padahal bisa jadi pada usia limapuluh tahun dia mati. Itulah di antara tipu daya setan, disuburkannya angan-angan. Setan berusaha menghanyutkan manusia dalam mimpi indahnya dunia, lupa diri dari kematian dan hari pembalasan. Jika bekerja hanyalah demi dunianya saja, dan menunda amal ibadahnya sampai kebutuhan dunianya terpenuhi terlebih dulu. Ada saja alasan, seperti: “Kalau aku sudah dapat kerja, aku pasti beribadah… atau tunggu nanti kalau sudah punya rumah… punya mobil, dan seterusnya. Sedangkan ibadahnya entah kapan terlaksana, karena kalau seandainya dia mendapatkan angan-angannya pasti dia akan menunda lagi dengan membuat alasan lagi.
YANG PERGI TAK PERNAH KEMBALI
ALLAH SWT berfirman: “Tiap-tiap umat mempunyai batas waktu, maka apabila telah datang waktunya mereka tidak dapat mengundurkannya barang sesaat pun dan tidak dapat (pula) memajukannya” (QS. Al-A’raaf: 34).
Hidup adalah perjalanan waktu dan rangkaian peristiwa. ALLAH SWT menjadikannya tak lebih sebagai ladang amal. Karena ALLAH SWT menjadikan karunia berupa perintah dan larangan-NYA sebagai benih bagi siapa saja yang hendak bertakwa. Dan ALLAH SWT juga menjadikan UMUR yang telah ditentukan awal dan akhirnya sebagai kesempatan untuk menabur benih amal dan menumbuhkan ketaatan. Janganlah menyia-yiakan waktu walaupun hanya seperseribu detik sekalipun, karena sama saja dengan menyia-nyiakan kehidupan.
Ingatlah nanti di akhirat semua perbuatan kita akan diminta pertanggung jawaban, seperti yang disabdakan Rasulullah SAW: “kedua kaki seorang hamba besok di hari kiamat tidak akan bergeming sehingga dia ditanyai tentang empat hal: tentang umur, untuk apa ia dihabiskan; tentang ilmu, untuk apa dia difungsikan; tentang harta benda, dari mana diperoleh; dan tentang kondisi tubuh, untuk apa kenikmatan itu digunakan.” (HR.Tarmidzi)
Sumber Tulisan :
Majalah Ar-Risalah Edisi No. 43/Th.IV Januari 2005