Rabu, 25 Juni 2008

Nikmat Membawa Sengsara


“Dan sesungguhnya KAMI jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat ALLAH) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan ALLAH), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat ALLAH). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.” (QS.Al-A’raaf: 179)

Qorun, sosok manusia kaya raya yang khazanah kekayaannya melimpah-ruah luar biasa. Demikian besarnya kekayaan itu sampai-sampai ALLAH mengungkapkan dalam firman-NYA, “…dan KAMI telah menganugerahkan kepadanya perbendaharaan harta yang kunci-kuncinya sungguh berat dipikul oleh sejumlah orang yang kuat-kuat,…”(QS. Al-Qashash: 76). Namun kekayaan yang melimpah-ruah itu tidak membuatnya bersyukur. Sebaliknya, Qorun terpedaya. Ia buta terhadap kebenaran. Kekayaan membuatnya sombong, kikir dan kehilangan hati nurani.

Bahkan tatkala orang-orang mukmin mengingatkannya untuk mensyukuri nikmat dan karunia itu serta memanfaatkannya untuk kebaikan dan kepentingan umat yang menderita, Qorun mengelak dengan jawaban ketus, “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku.” (QS. Al-Qashash: 78)
Sampai akhirnya, berlakulah ketentuan ALLAH, “Maka KAMIi benamkanlah Qarun beserta rumahnya ke dalam bumi. Maka tidak ada baginya suatu golonganpun yang menolongnya terhadap azab ALLAH. Dan tiadalah ia termasuk orang-orang (yang dapat) membela (dirinya).”(QS. Al-Qashash: 81)
Itulah kisah teragis yang menjadi pelajaran sepanjang masa, kehancuran manusia akibat kelalaiannya.

Buta Tuli Orang Lalai
Banyak sebab yang bisa mengantarkan manusia pada kelalaian. Namun ada tiga hal, yang paling menjerumuskan, yakni; kesenangan yang diberikan kepadanya, pujian dari sesamanya dan aib (dosa) yang disembunyikan ALLAH dari sesamanya. Demikian menurut Ibnu Mas’ud RA.

Benarlah, bahwa ketiga hal tersebut memang potensial menjadikan manusia lalai. Kesenangan bisa menjadikan manusia lupa diri. Pujian orang lain melambungkan hati dan memisahkannya dari kesadaran. Dan aib yang disembunyikan ALLAH dari sesamanya bisa menjadikannya merasa sebagai orang yang paling sempurna. Demikianlah, kecuali bagi siapa saja yang senantiasa sadar dan tahu diri. Bahwa kesenangan adalah nikmat yang semestinya disyukuri, pujian orang lain adalah perkara yang tak perlu dihiraukan karena tidak akan menambah apapun kecuali jatuh pada kehinaan. Dan aib yang disembunyikan ALLAH adalah bukti bahwa ALLAH masih menyayanginya dan darinya diharapkan agar segera menghapuskannya dengan keutamaan beramal shalih.

Orang lalai adalah orang yang buta terhadap semua kenyataan dan tuli terhadap seluruh bukti. Mereka adalah orang yang lupa atas asal-usulnya, bodoh dari kewajibannya dalam kehidupan dan tidak mau tahu kemana dirinya sedang menuju. Dia hidup dalam dunia kehendaknya sendiri, melangkah menuju arah yang disenangi nafsu dan memandang sesuatu berdasarkan hanya suka atau tidak suka saja.

Wajarlah, pada keadaan yang kelalaiannya yang penuh, derajat kejatuhannya pada serendah-rendah kedudukan. Bahkan lebih dari binatang ternak. ALLAH berfirman, “Dan sesungguhnya KAMI jadikan untuk (isi neraka Jahannam) kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat ALLAH) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan ALLAH), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat ALLAH). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka itulah orang-orang yang lalai.”(QS.Al-A’raaf: 179)

Imam Ibnul Qoyyim berkata, “Bahwa orang lalai cenderung memperturutkan hawa nafsunya. Mereka mengabaikan hal-hal yang bermanfaat dan mendatangkan maslahat, sibuk dengan (hal) yang sia-sia bahkan yang mendatangkan petaka.”

Akibat Kelalaian
Lalai terhadap ayat-ayat ALLAH, berakibat lemahnya tauhid. Padahal hanya dengan tauhid itulah manusia bisa merasakan ketenangan dan ketentraman akan janji ALLAH, percaya penuh akan jaminan-NYA, sangat antusias dalam menyambut seruan-NYA, berusaha meninggalkan semua yang bisa memalingkan dari ajaran-NYA, mengembalikan segala urusan kepada hukum-NYA, dan mengerahkan segala kemampuan untuk meraihnya. ALLAH berfirman, “Maka KAMI biarkan orang-orang yang tidak mengharapkan pertemuan dengan KAMI, bergelimangan di dalam kesesatan mereka” (QS. Yunus: 11)

Lalai terhadap nikmat-nikmat ALLAH berakibat tiadanya rasa cinta dan syukur kepada-NYA. ALLAH berfirman, “Dan DIA telah memberikan kepadamu (keperluanmu) dan segala apa yang kamu mohonkan kepada-NYA. Dan jika kamu menghitung nikmat ALLAH, tidaklah dapat kamu menghinggakannya. Sesungguhnya manusia itu, sangat zalim dan sangat mengingkari (nikmat ALLAH).”(QS. Ibrahim: 34)

Lalai terhadap janji-janji ALLAH berakibat tiadanya rasa rindu kepada kebahagiaan akhirat, “Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.(QS. Ar-Ruum: 7)

Lalai terhadap ancaman ALLAH, berakibat keengganan dalam menjauhi maksiat sekaligus tidak mau mengagungkan-NYA. ALLAH berfirman, “dan sesungguhnya orang-orang yang durhaka benar-benar berada dalam neraka.” (QS. Al-Infithar: 14)

Lalai terhadap ketaatan kepada ALLAH dan kebaikan ALLAH terhadap dirinya, berakibat hilangnya rasa takut terhadap ALLAH dan musnahnya kesadaran tentang hakikat kehidupan dunia dan akhirat. Ia juga lupa akan datangnya kematian yang tak terduga dan penyesalan yang terjadi setelahnya. ALLAH berfirman, “Katakanlah: "Sesungguhnya kematian yang kamu lari daripadanya, maka sesungguhnya kematian itu akan menemui kamu, kemudian kamu akan dikembalikan kepada (ALLAH), yang mengetahui yang ghaib dan yang nyata, lalu DIA beritakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.”(QS. Al-Jumuah: 8)

Orang Lalai, Orang Tertipu
Hiruk pikuk dunia sering membuat kita terlena, seakan ia sebagai tempat tujuan. Padahal bahwa dunia hanyalah persinggahan di tengah perjalanan, dan akhirat adalah tempat tinggal kita sebenarnya. Beruntunglah orang yang menjadikan dunia sebagai tempat berbekal. Dan sengsaralah manusia yang terlena oleh dunia dan lalai akan kebangkitan.

Pada puncaknya, orang lalai adalah orang yang senantiasa berbuat dosa dengan harapan nanti dosa-dosanya diampuni oleh ALLAH tanpa melalui tobat dan penyesalan. Merasa dekat kepada ALLAH tanpa ada usaha beribadah dan taat kepada-NYA. Menanti kenikmatan surga dengan menabur benih-benih siksa neraka. Mencari tempat kembali orang-orang taat (surga) dengan melakukan kemaksiatan. Menanti pahala tanpa amal. Mengharapkan rahmat ALLAH dengan perbuatan yang melampaui batas dan menginjak-injak perintah dan larangan-NYA. Merekalah, menurut Yahya bin Muadz, adalah orang-orang paling tertipu. Padahal sudah pasti kapal tidak berlayar di daratan.

Sumber Tulisan: Ar-Risalah edisi Juli 2006