Selasa, 24 Juni 2008

Belumkah Tiba Saatnya

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan Allah memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (Asy-Syuura: 30)

Adakah Duka akan berhenti, ketika bencana datang silih berganti. Tak terhitung lagi nyawa jadi korban, tak terhitung harta hilang dan seolah tak tertanggung lagi sedihnya hati bagi yang kehilangan. Bahkan bagi kita yang sekedar menyaksikan.
Tatkala Tsunami meluluh lantakkan Aceh, kita semua berharap ada kesadaran baru demi mencari akar permasalahan; mengapa peristiwa mengerikan itu bisa terjadi dan bagaimana agar tidak terulang lagi. Namun rupanya tidak demikian, semua justru membuktikan bahwa pemahaman kita tentang sebab-akibat sebatas teori fisika, geologi atau sejenisnya, kita menihilkan kekuasaan ALLAH di balik semua yang terjadi. Kesadaran kita berhenti pada batas ‘kesedihan’, bahwa bencana adalah duka. Buktinya lagi, ternyata belum cukup dengan Tsunami. Ada banjir, tanah longsor, SARS, Flu Burung, kelaparan, kecelakaan pesawat, kecelakaan kereta api. Dan yang terbaru Gempa Bumi di Yogyakarta, yang sudah pula merenggut ribuan korban jiwa dan harta benda diluluhlantakkan. Mengapa ini terjadi? Ada apa sebenarnya?
Hanya ALLAH yang Maha Tahu atas tiap kejadian di alam ini. Husnudzhan kita pada tiap-tiap takdir ALLAH harus diutamakan, bahwa ALLAH tidak menciptakan segala sesuatu sia-sia. Pasti ada hikmahnya.

Amalan Pengundang Adzab
Imam Malik dalam kitab al-Muwatha menyebutkan sebuah atsar dari Umar bin ‘Abdul ‘Aziz, “Sebagaimana dikatakan bahwa ALLAH Tabaraka wa Ta’ala tidak mendatangkan adzab secara umum (merata) dengan suatu dosa khusus, melainkan bila kemungkaran itu telah dikerjakan secara terang-terangan, maka layaklah bagi mereka semuanya hukuman itu.”
Kini, di negeri mayoritas muslim ini dan juga di belahan bumi lain, kemungkaran telah dikerjakan terang-terangan, tanpa malu dan merasa bersalah, bahkan ada yang merasa bangga dengan kemaksiatannya. Termasuk kesyirikan, yang merupakan kemungkaran terbesar, sudah menjadi perilaku yang biasa. Lengkap! Bukan hanya jenisnya dan sebarannya yang telah merata, namun sudah berkelindan dengan kelalaian sebagian besar manusia, bukan lagi sebatas gejala atau kasus, bahkan mewujud sebagai budaya.
Inilah amalan yang mengundang adzab ALLAH. ALLAH berfirman, “…tetapi mereka melakukan kedurhakaan dalam negeri itu, maka sudah sepantasnya berlaku terhadapnya perkataan (ketentuan KAMI), kemudian KAMI hancurkan negeri itu sehancur-hancurnya.” (QS. Al-Isra’: 16)
Selain itu, kemaksiatan yang merajalela tersebut akibat dari hilangnya pelaksanaan perintah ALLAH untuk beramar ma’ruf dan nahyi mungkar. Padahal Rasulullah telah mewanti-wanti kita dengan sabdanya, “Demi jiwaku berada di tangan-NYA, kamu harus menganjurkan kebaikan dan mencegah kemungkaran, atau kalau tidak ALLAH pasti menurunkan siksa atasmu, kemudian bila kamu berdoa tidak akan diperkenankan.” (HR. Tarmidzi)
Apabila ALLAH berkehendak untuk mendatangkan musibah yang bersifat umum, maka siapapun akan terkena. Yang beriman atau kafir, shalih atau thalih, baik atau fajir, zhalim atau adil, namun apa yang menimpa setelahnya berbeda-beda pada masing-masing orang. Ini disebutkan oleh Rasulullah, “Apabila ALLAH Ta’ala menurunkan adzab terhadap suatu kaum, adzab itu menimpa siapa saja di dalamnya, maka ALLAH Ta’ala membangkitkan mereka atas amal-amal mereka.” (HR. Bukhari)
Imam Qurthubi memberi komentar , “Hadirs ini menunjukkan bahwa kehancuran masal, darinya menjadi pembersih bagi orang-orang mukmin, dan menjadi siksa bagi orang–orang fasik.” Setiap amal akan mendapatkan balasannya. ia mendapat pahala atas kebajikannya dan siksa atas kejahatannya.

Amar Ma’ruf Nahi Munkar
“Dan peliharalah dirimu dari pada siksaan yang tidak khusus menimpa orang-orang yang zalim saja di antara kamu. Dan ketahuilah bahwa Allah amat keras siksaan-Nya.” (QS. Al-Anfal: 25)
Beberapa ahli tafsir termasuk Ibnu Katsir, Imam Qurthubi dan juga dalam Aisarut Tafaasir (Abu Bakar Jabir al-Jazairi) memberikan penjelasan atas surat al-Anfal: 25 tersebut dengan bebarapa hadits dan qaul sahabat yang menyebutkan adanya hubungan antara kewajiban amar ma’ruf nahyi mungkar dengan kemungkaran yang meraja lela dan bencana di tengah-tengah masyarakat.
Ibnu Abbas berkata, “ALLAH Ta’ala memerintahkan kaum mukmin supaya tidak membiarkan kemungkaran muncul di tengah-tengah mereka, sehingga DIA meratakan adzab bagi mereka.” Ibnu Katsir menerangkan, “ini adalah penafsiran yang sangat baik (hasan jiddan).”
“Maka berkatalah Zainab kepada Nabi SAW: “Wahai Rasulullah, apakah kami juga hancur, sedang ditengah-tengah kami ada orang-orang shalih?”, Beliau SAW menjawab, “Ya, bila kekejian semakin banyak.” (HR. Muslim)
Oleh karena itu, taatilah perintah Rasulullah SAW, “Barang siapa melihat kemungkaran di antara kalian maka rubahlah ia dengan tangannya, jika tidak mampu maka dengan lisannya, jika tidak mampu maka dengan hatinya, dan itulah tingkatan iman yang paling rendah.” (HR. Muslim)
Cobalah tanya ke hati kita, masihkah tersisa rasa ketidak setujuan (sebagai tanda selemah-lemahnya iman) terhadap maksiat yang terjadi di depan mata kita. Jangan-jangan kita termasuk yang ikut menikmati kemaksiatan tersebut. Na’udzubillahi min dzalik.

Peringatan Berharga
Rasulullah SAW telah memberikan gambaran yang gamblang dan sederhana tentang perjalanan hidup. Laksana kaum yang menaiki sebuah kapal untuk mengarungi sebuah lautan seperti yang diriwayatkan Bukhari, “Perumpamaan orang yang menegakkan hukum ALLAH dan yang melanggarnya bagaikan suatu kaum yang mengadakan undian untuk naik sebuah kapal, maka jadilah sebagian mereka di atas dan sebagian lain di bawah. Dan orang-orang yang berada di bawah jika ingin mengambil air, harus melewati orang yang berada di atas mereka, maka mereka berkata, “Seandainya kami melobangi kapal ini, maka kami tidak akan mengganggu orang yang di atas kami”. Maka seandainya mereka dibiarkan melakukan hal ini, semuanya akan binasa. Tetapi jika perbuatan mereka ini dicegah mereka akan selamat dan selamatlah semuanya.” (HR. Bukhari)

“Sesungguhnya manusia apabila melihat pelaku kezhaliman, dan ia tidak memegang/menahan kuat dengan tangannya, maka ALLAH meratakan adzab dari sisi-NYA kepada mereka.” (HR. Tarmidzi)

Tak Mudah Tapi Tak Boleh Ditinggalkan
“Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, merekalah orang-orang yang beruntung.” (QS. Ali Imran: 104)
Amar Ma’ruf Nahyi Mungkar menjadi amaliyah yang senantiasa melekat dalam pribadi mukmin, maka tidak ada alasan sedikitpun meninggalkan kewajiban ini, walaupun dalam batasan minimal. Dengan Teguhnya Azzam dalam hati, kemudian tidak lupa menaiki tahapan yang lebih tinggi, hingga mampu dengan lantang menegakkan kebenaran dan meghancurkan kebatilan.
Sesungguhnya musibah yang terjadi di daerah lain bukan berarti semata-mata musibah bagi mereka saja. Namun peringatan bagi kita semua, agar kita kembali ke jalan yang di diridhoi ALLAH.
“Katakanlah (hai Muhammad): "Sesungguhnya aku hanya memberi peringatan kepada kamu sekalian dengan wahyu dan tiadalah orang-orang yang tuli mendengar seruan, apabila mereka diberi peringatan.” (QS. Al-Anbiya: 21)

Sumber Tulisan:
1. Ar-Risalah edisi No. 44/Th. IV Februari 2005
2. Ar-Risalah edisi No. 56/Th. V Februari 2006