Kamis, 26 Juni 2008

TAWASSUL SYAR’I

AKU mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-KU, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-KU) dan hendaklah mereka beriman kepada-KU, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.
(QS. Al-Baqarah: 186)

Dalam berdoa kita diperbolehkan bertawassul. Karena bertawassul ini akan dapat menjadikan doa kita terkabul. Namun, dalam bertawassul harus memperhatikan syarat-syarat yang telah ditetapkan syariat, karena apabila tidak dipelajari dengan benar, dapat menjatuhkan kepada tawassul yang bid’ah bahkan syirik.
Tawassul adalah menggunakan wasilah sebagai sarana yang dipakai untuk menuju kepada yang dimaksud atau menjadikan sesuatu sebagai perantara. Maka bertawassul dalam berdoa berarti memakai wasilah atau perantara dalam berdoa kepada ALLAH. Di dalam berdoa ada wasilah yang sesuai dengan syariat dan ada yang bertentangan dengan syariat.
Tawassul yang disyariatkan untuk digunakan dalam berdoa adalah sebagai berikut:

1. Bertawasul dengan Asmaul Husna (nama-nama dan sifat ALLAH)
Hal ini didasarkan kepada firman ALLAH, ”Hanya milik ALLAH Asma al - Husna, maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut Asma al-husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-NYA, nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS. Al-A'raf (7):180). Contoh bertawassul dengan Asmaa al-Husna: "Tidak ada Tuhan selain ALLAH semata, Yang tiada sekutu bagi-NYA, kepunyaan-NYA-lah segenap kerajaan dan milik-NYA-lah segala pujian, dan DIA Maha Kuasa atas segala sesuatu." (HR. Muslim) atau "Maha Suci ALLAH dengan segala pujian-NYA dan Maha Suci ALLAH TUHAN Yang Maha Agung". (HR. Muslim)
2. Bertawassul dengan amal shalih.
Sebagaimana firman ALLAH, ”Orang-orang yang berdoa: ”Ya TUHAN kami, sesungguhnya kami telah beriman, maka ampunilah segala dosa kami dan peliharalah kami dari siksa neraka.” (QS. Ali-Imran: 16)
”Dan DIA memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-NYA. Dan orang-orang yang kafir bagi mereka azab yang sangat keras. (QS. Asy-Syuura: 26)
Dari Rasulullah SAW, Beliau bersabda: “Ketika tiga orang pemuda sedang berjalan, tiba-tiba turunlah hujan lalu mereka pun berlindung di dalam sebuah gua yang terdapat di perut gunung. Sekonyong-konyong jatuhlah sebuah batu besar dari atas gunung menutupi mulut gua yang akhirnya mengurung mereka.
Kemudian sebagian mereka berkata kepada sebagian yang lain: Ingatlah amal saleh yang pernah kamu lakukan untuk ALLAH, lalu mohonlah kepada ALLAH dengan amal tersebut agar ALLAH berkenan menggeser batu besar itu.
Salah seorang dari mereka berdoa: “Ya ALLAH, sesungguhnya dahulu aku mempunyai kedua orang tua yang telah lanjut usia, seorang istri dan beberapa orang anak yang masih kecil di mana akulah yang memelihara mereka. Setelah aku mengandangkan hewan-hewan ternakku, aku segera memerah susunya dan memulai dengan kedua orang tuaku terdahulu untuk aku minumkan sebelum anak-anakku. Suatu hari aku terlalu jauh mencari kayu (bakar) sehingga tidak dapat kembali kecuali pada sore hari di saat aku menemui kedua orang tuaku sudah lelap tertidur. Aku pun segera memerah susu seperti biasa lalu membawa susu perahan tersebut. Aku berdiri di dekat kepala kedua orang tuaku karena tidak ingin membangunkan keduanya dari tidur namun aku pun tidak ingin meminumkan anak-anakku sebelum mereka berdua padahal mereka menjerit-jerit kelaparan di bawah telapak kakiku. Dan begitulah keadaanku bersama mereka sampai terbit fajar. Jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan itu untuk mengharap keridaan-Mu, maka bukalah sedikit celahan untuk kami agar kami dapat melihat langit.” Lalu ALLAH menciptakan sebuah celahan sehingga mereka dapat melihat langit.
Yang lainnya kemudian berdoa: ”Ya ALLAH, sesungguhnya dahulu aku pernah mempunyai saudara seorang puteri paman yang sangat aku cintai, seperti cintanya seorang lelaki terhadap seorang wanita. Aku memohon kepadanya untuk menyerahkan dirinya tetapi ia menolak kecuali kalau aku memberikannya seratus dinar. Aku pun bersusah payah sampai berhasillah aku mengumpulkan seratus dinar yang segera aku berikan kepadanya. Ketika aku telah berada di antara kedua kakinya (selangkangan) ia berkata: Wahai hamba ALLAH, takutlah kepada ALLAH dan janganlah kamu merenggut keperawanan kecuali dengan pernikahan yang sah terlebih dahulu. Seketika itu aku pun beranjak meninggalkannya. Jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan itu untuk mencari keridaan-Mu, maka ciptakanlah sebuah celahan lagi untuk kami.” Kemudian ALLAH pun membuat sebuah celahan lagi untuk mereka.
Yang lainnya berdoa: ”Ya ALLAH, sesungguhnya aku pernah mempekerjakan seorang pekerja dengan upah enam belas ritel beras (padi). Ketika ia sudah merampungkan pekerjaannya, ia berkata: Berikanlah upahku! Lalu aku pun menyerahkan upahnya yang sebesar enam belas ritel beras namun ia menolaknya. Kemudian aku terus menanami padinya itu sehingga aku dapat mengumpulkan beberapa ekor sapi berikut penggembalanya dari hasil padinya itu. Satu hari dia datang lagi kepadaku dan berkata: Takutlah kepada ALLAH dan janganlah kamu menzalimi hakku! Aku pun menjawab: Hampirilah sapi-sapi itu berikut penggembalanya lalu ambillah semuanya! Dia berkata: ”Takutlah kepada ALLAH dan janganlah kamu mengolok-olokku! Aku pun berkata lagi kepadanya: Sesungguhnya aku tidak mengolok-olokmu, ambillah sapi-sapi itu berikut penggembalanya! Lalu ia pun mengambilnya dan dibawa pergi. Jika Engkau mengetahui bahwa aku melakukan itu untuk mengharap keridaan-Mu, maka bukakanlah untuk kami sedikit celahan lagi yang tersisa. Akhirnya ALLAH membukakan celahan yang tersisa itu.” (HR. Muslim)



3. Bertawassul Dengan Doa Orang Shalih Yang Masih hidup
Diriwayatkan bahwa seorang sahabat memasuki mesjid pada hari Jumat dari pintu searah dengan Darulqada. Pada waktu itu Rasulullah SAW sedang berdiri berkhutbah. Sahabat tersebut menghadap Rasulullah SAW sambil berdiri, lalu berkata: ”Ya Rasulullah, harta benda telah musnah dan mata penghidupan terputus, berdoalah kepada ALLAH, agar Dia berkenan menurunkan hujan.” Rasulullah SAW mengangkat kedua tangannya dan berdoa: "Ya ALLAH, turunkanlah hujan kepada kami. Ya ALLAH, turunkanlah hujan kepada kami. Ya ALLAH, turunkanlah hujan kepada kami". Kata Anas: ”Demi ALLAH, di langit kami tidak melihat mendung atau gumpalan awan. Antara kami dan gunung tidak ada rumah atau perkampungan (yang dapat menghalangi pandangan kami untuk melihat tanda-tanda hujan). Tiba-tiba dari balik gunung muncul mendung bagaikan perisai. Ketika berada di tengah langit mendung itu menyebar lalu menurunkan hujan. Demi ALLAH, kami tidak melihat matahari sedikit pun pada hari Jumat berikutnya.”
Kemudian kata Anas lagi: ”Pada Jumat berikutnya seseorang datang dari pintu yang telah di sebut di atas ketika Rasulullah SAW sedang berkhutbah. Orang itu menghadap beliau sambil berdiri dan berkata: ”Wahai Rasulullah, harta-harta telah musnah dan mata pencarian terputus (karena hujan terus menerus), berdoalah agar ALLAH berkenan menghentikannya.” Rasulullah SAW mengangkat tangannya dan berdoa: "Ya ALLAH, di sekitar kami dan jangan di atas kami. Ya ALLAH, di atas gunung-gunung dan bukit-bukit, di pusat-pusat lembah dan tempat tumbuh pepohonan". Hujan pun reda dan kami dapat keluar, berjalan di bawah sinar matahari. (HR. Muslim)
Dari Umar Ibnul Khaththab, dia berkata, ”Saya minta izin kepada Nabi SAW tentang umrah maka Beliau mengizinkan saya, dan Beliau bersabda, “Kamu jangan melupakan kami-wahai saudaraku-dari do’amu.”” (HR. Abu Dawud dan Tirmidzi, Hasan Shahih).
Demikianlah, bahwa doa itu adalah ibadah, maka di dalam pelaksanaannya harus sesuai dengan syariat yang ALLAH tetapkan dan harus Ittiba’ kepada Rasulullah SAW, serta tidak boleh menyelisihinya.
Maka tawassul selain yang telah disebutkan di atas maka tidak ada lagi bentuk tawassul yang disyariatkan. Misal bertawassul dengan keagungan Malaikat, keagungan Nabi SAW, orang shaleh yang sudah mati dan sebagainya. Oleh karena itu, mencukupkan dengan yang disyariatkan ALLAH dan disunnahkan oleh Nabi SAW adalah lebih baik dan lebih selamat dari selainnya. Wal ‘iyyadzubillah.